Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Pernyataan sikap koalisi Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono berbuntut ke tragedi Kudatuli. Pernyataan SBY yang menyeret Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ditanggapi secara reaktif oleh partai banteng moncong putih itu.
SBY memang belum secara gamblang menyatakan akan berkoalisi ke poros Jokowi atau Prabowo Subianto. Namun, saat menerima Ketum Partai Gerindra itu pada Selasa (24/7/2018), SBY menceritakan halangan dan rintangannya membangun kerja sama politik dengan Jokowi. Ketika kedatangan Ketum PAN Zulkifli Hasan keesokan harinya, SBY terang-terangan berbicara tentang hubungannya dengan Mega yang disebutnya 'belum pulih sepenuhnya'.
Presiden ke-6 RI itu mengatakan Jokowi siap menerima PD jika berada di koalisi pemerintahan. Namun Mega menjadi 'penghalang' niat SBY merapat ke Istana.
"Pertanyaan bagi saya, karena melihat realitas hubungan Bu Mega sama saya belum pulih. Tapi saya pikir yang ajak Pak Jokowi, dan kalau Demokrat ada di dalam, why not?" tutur SBY.
Hubungan SBY dan Megawati membeku saat Pilpres 2004 setelah ia memutuskan maju sebagai capres. Saat pilpres itu, SBY akhirnya mengalahkan Megawati. SBY kemudian menjadi presiden dua periode hingga 2014.
"Kalau hubungan saya dengan Bu Mega masih ada jarak, ikhtiar untuk saya jalankan," kata SBY.
PDIP merespons keras pernyataan SBY. Menurut Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, SBY tak sepatutnya membawa nama Mega terkait kegagalan berkoalisi dengan Jokowi.
Singkat cerita, pada Kamis (26/7/2018), PDIP dipimpin Hasto menyambangi Komnas HAM. Hasto meminta SBY bersaksi soal insiden perebutan paksa kantor PDIP--saat itu masih bernama PDI--yang diduduki Megawati oleh Soerjadi pada 27 Juli 1996. SBY, yang ketika kerusuhan meletus menjabat Kasdam Jaya, disebut Hasto punya kesaksian penting.
Partai Demokrat tak terima atas pernyataan Hasto. Partai berlambang bintang Mercy itu menegaskan SBY sama sekali tak ada kaitannya dengan peristiwa itu.
"Tak ada nama SBY dalam daftar orang yang disangka oleh Tim Koneksitas Polri," ujar Wasekjen PD Rachland Nashidik.
Rachland malah balik menuding Megawati-lah yang berusaha menghalangi penyidikan Kudatuli. Menurut Rachland, Mega saat menjabat presiden bisa menggunakan pengaruh untuk membongkar tragedi itu.
"Pada 2004, Presiden Megawati malah menghalangi penyidikan Tim Koneksitas Polri atas kasus 27 Juli dengan alasan pemilu sudah dekat," tuding Rachland.
PDIP menjawab tudingan Rachland. Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan DPP PDIP Eva Kusuma Sundari menyatakan SBY mengetahui apa yang ada di balik tim gabungan pencari fakta (TGPF) Kudatuli."Merujuk pada tim TGPF Komnas HAM, Pak SBY yang bisa buka kebenaran soal TGPF Kudatuli saat itu," ujar Eva. (dtc)