Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartartomenjelaskan transformasi industri dari generasi pertama hingga generasi keempat atau yang disebut dengan industri 4.0.
Airlangga mengatakan, industri 4.0 ini menjadi masa transisi dari fisik ke arah digitalisasi. Salah satu negara yang dorong revolusi industri ini adalah Jerman yang ingin mendorong sektor manufakturnya.
"Karena mereka tidak punya SDM yang melimpah makanya masuk ke otomatisasi, apalagi ekonomi negara ingin maju, maka harus mengandalkan sektor manufaktur," kata Airlangga saat menjadi pembicara kunci di seminar nasional Entrepreneurship Indonesia 4.0 di Hotel Pullman Central Park, Jakarta Barat, Sabtu (28/7).
Indonesia, kata Airlangga menjadi negara keempat dengan sektor manufakturnya yang besar, di bawah Korea Selatan, China, dan Jerman. Tingginya sektor manufaktur dilihat dari pertumbuhannya yang di atas rata-rata nasional yang berada di level 5%.
"Seperti mesin dan perlengkapan 14,98%, industri mamin boleh di klaim sebagai industrinya IPB 12,7%, pertumbuhan industri kita melebihi sektor lain, di bidang ekspor ini kontribusinya 13,14%, artinya ini jauh lebih tinggi dari sektor lain, pertumbuhan pertanian 3,7% jadi pertaniannya harus dipacu," ungkap dia.
Dia menceritakan, pada abad ke-18 sistem industri dikenal sebagai human-animal relation. Di mana, setiap produksi berpengaruh antara hubungan dengan binatang.
Memasuki abad ke-20 atau revolusi industri kedua ini masuk mesin-mesin canggih. Namun inovasinya masih sangat minim.
"Jadi pada waktu itu Ford Motor pesanannya keluarnya hanya warna hitam dan modelnya cuma satu, itu pada revolusi industri 2," jelas dia.
Pada saat revolusi industri ketiga, kata Airlangga, menjadi titik awal perkembangan teknologi melaju begitu cepat. Pasalnya, banyak industri yang mulai memanfaatkan seperti komputer berbasis sistem.
"Ini juga ditandai dengan globalisasi, berbagai negara mendorong industri dengan tarif barrier, tarif bea masuk dibuat tinggi, itu policy yang dilakukan pada 90-an untuk genjot ekspor," kata dia.
Setelah itu, industri masuk ke era digitalisasi atau revolusi industri 4.0. Airlangga mengaku khawatir bahwa apakah Indonesia bisa menang bersaing atau akan kalah bersaing. Sebab, di era digitalisasi ini butuh kecepatan.
"Di Indonesia yang didorong itu bagaimana human talent itu kunci inovasi 4.0. Jadi teknologi dan SDM, jadi bagaimana managing chance," tambah dia.
Pemerintah, kata Airlangga, sudah mulai fokus meningkatkan kualitas SDM. Salah satunya lewat program pelatihan birokrasi yang dapat mengelola dinamika perubahan.(dtf)