Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta
Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data angka kemiskinanpada Maret turun menjadi 9,82% alias 1 digit atau di bawah 10%.
Jumlah penduduk miskin di bawah 10% ini pertama kali terjadi di Indonesia setelah periode pemerintahan sebelum-sebelumnya.
Namun, banyak pihak tak percaya dengan data tersebut. Lantas seperti apa fakta-faktanya?
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan dari tahun 1999 hingga Maret 2018, angka kemiskinan memang baru menyentuh angka 1 digit pada Maret 2018. Hal itu bisa dilihat dari data-data BPS yang sudah ada.
"Apa yang diperoleh BPS, bisa dilihat perkembangan kemiskinan dari tahun 1999 sampai Maret 2018. Jadi pada posisi Maret 2018 ini, memang untuk pertama kalinya persentase kemiskinan memasuki 1 digit 9,82%," katanya dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Kantor Kemenkominfo, Jakarta, Senin (30/7).
Ada beragam faktor yang mendukung penurunan jumlah penduduk miskin menjadi 9,82%. Suharianto menjelaskan, yang pertama adalah karena inflasi rendah. Dari September 2017 hingga Maret 2018, inflasi tercatat hanya 1,92%.
"Inflasi sejak September sampai Maret relatif rendah hanya 1,92%," sebutnya.
Faktor selanjutnya, rata rata pengeluaran harian untuk 40% lapisan masyarakat terbawah meningkat. Itu didorong oleh bantuan sosial yang digelontorkan pemerintah.
"Pada triwulan ini bantuan sosial tumbuh lebih bagus 87,6% dibandingkan triwulan 1 2017. Program rastra dan bantuan pangan non tunai juga tersalurkan dengan bagus," ujarnya.
Faktor berikutnya nilai tukar petani (NTP) yang berada di atas 100. Ini adalah indikator yang mengukur kesejahteraan petani. Jika NTP di atas 100, artinya petani mengalami surplus. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya.
Suharianto juga menjelaskan terkait acuan BPS mengenai garis kemiskinan yang pendapatannya Rp 401.220 per kapita per bulan. Menurutnya itu sudah tepat, walaupun ada sejumlah pihak tak setuju karena dianggap kekecilan.
"Ada yang menyatakan garis kemiskinan BPS Rp 401.220 terlalu kecil karena ada yang membagi dengan 30 hari sehingga dapatlah Rp 13.000. Untuk mendapatkan real apakah garis kemiskinan terlalu kecil atau tidak, saya coba menghitungnya untuk garis kemiskinan per rumah tangga," jelasnya.
Suharianto menjelaskan Rp 401.220 itu perlu dikalikan dengan jumlah anggota keluarga miskin, yang asumsinya memiliki anak sekitar 2-3 orang.
"Dengan mengalikan garis kemiskinan nasional rata ratanya dengan anggota rumah tangga, garis kemiskinan nasional itu adalah sebesar Rp 1,84 juta. Bukan suatu jumlah yang kecil apalagi kalau kita masuk per provinsi," terangnya.
Acuan tersebut berbeda di masing-masing provinsi. Semisal DKI Jakarta dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Contoh di DKI dengan garis kemiskinan Rp 593.108, garis kemiskinan per rumah tangga adalah Rp 3,1 juta. Kalau kita masih di bawah UMP, UMP-nya adalah Rp 3,6. Tapi perhatikan misalnya untuk NTT dengan garis kemiskinan Rp 354.000 dikalikan dengan anggota rumah tangga, sebesar 5,9, garis kemiskinannya adalah Rp 2,1 juta," paparnya.
"Padahal di NTT itu UMP-nya Rp 1,7 juta. Jadi dari gambaran ini sebetulnya garis kemiskinan BPS sama sekali tidak kecil," tambahnya. (dtf)