Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Deli Serdang.Lembaga swadaya masyarakat yang konsen dalam pelestarian alam, khususnya kukang (nycticebus coucang) dan beo nias (gracula robusta), Indonesia Species Conservation Programe (ISCP), menyerahkan satu offset atau awetan burung beo nias kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut). Penyerahan tersebut diharapkan bisa menjadi sarana edukasi kepada masyarakat agar lebih mengenal satwa eksotik yang terancam punah tersebut.
Awetan beo nias tersebut diserahkan kepada BBKSDA Sumut dalam peringatan Hari KOnservasi Alam Nasional (HKAN) 2018 yang digelar di Taman Wisata Alam Sibolangit, Deli Serdang, Jumat (10/8/2018). Saat diserahkan, awetan beo nias tersebut 'dikurung' dalam kotak kaca transparan.
Kepada medanbisnisdaily.com, Direktur ISCP, Rudianto Sembiring, mengatakan, ISCP memiliki MoU dengan BBKSDA Sumut untuk program rehabilitasi kukang dan beo nias sejak 2015. Kukang dan beo nias yang direhabilitasi berasal dari penyerahan masyarakat maupun penyitaan.
Awetan beo nias tersebut berasal dari penyerahan warga di Nias tahun 2014. Pihaknya kemudian mencoba merehabilitasinya untuk kemudian ditangkarkan namun gagal dan akhirnya mati tahun 2015. Tak menunggu lama, dengan bantuan taxidermy, ahli yang memahami cara pengawetan satwa untuk mengawetkannya.
Dikatakannya, populasi beo nias di alam sangat terbatas. Sehingga menurutnya sudah sangat diperlukan adanya upaya serius untuk melestarikannya. Statusnya sebagai satwa langka dan dilindungi dikarenakan semakin sulitnya menemui beo nias di habitat aslinya. "Dan susahnya lagi, banyak masyarakat di Nias justru tak mengenali ciri-ciri burung ini. Tak bisa membedakan beo nias denga beo-beo lainnya, katanya.
Menurutnya, ancaman utama populasi beo nias selama ini adalah perburuan dan perdagangan satwa liar yang terjadi begitu lama.
"Dan umumnya pelaku selalu membumbuinya dengan mitos supaya dapat dijual dengan harga yang tinggi, makanya sangat penting untuk orang lebih mengenali lalu melindunginya. Jangan sampai di habitatnya habis dan kita tak punya apa-apa. Harus ada penangkaran," katanya.
Kepala BBKSDA Sumut, Hotmauli Sianturi mengakui sebagai satwa dilindungi, belum ada penelitian terkait populasinya di alam. Namun demikian, statusnya menunjukkan bahwa keberadaannya di alam sudah sangat kritis. Pihaknya mendorong adanya penangkaran karena di habitat aslinya sudah sangat terbatas. Jika ada yang berkeinginan menangkarkan beo nias, pihaknya akan dengan senang hati memberikan pembinaan.
"Kalau tak salah, ada satu yang sedang bermohon untuk menangkarkan beo nias. Belum ada sebelumnya. Nah, sepertinya yang sudah ada itu di Jawa Timur. Kalau nanti keluar izin, kita bisa bantu dengan studi banding, tukar ilmu dengan mereka," katanya.
Menurutnya, penangkaran bisa menjadi salah satu upaya untuk tetap bisa menjaga populasi di alamnya. Pasalnya, ada kewajiban bagi penagkar bahwa 10% hasil penangkaran harus dikembalikan ke alam. "Bagaimana untuk menangkarkan, ya, indukannya kan harus dicari di alam tapi tetap ada aturannya secar akhusus. Jadi kita mendorong adanya penangkaran," ujarnya.