Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Politikus Partai Amanat Nasional Mulfachri Harahap tiba-tiba jadi perbincangan di sejumlah grup WhatsApp pada Selasa, 28 Agustus 2018. Penyebabnya, anggota DPR tersebut sempat bersitegang dengan panitia Asian Games di pintu masuk venue bola voli di Gelora Bung Karno, Jakarta, karena memaksa masuk tanpa memiliki akreditasi very important person.
"Saya kira karena Inasgoc nggak well-organized saja. Saya ini hanya satu dari persoalan kecil dari segitu banyak persoalan yang menyangkut soal tiket dalam penyelenggaraan ini. Klarifikasi saya itu. Saya hanya satu dari sebegitu banyak persoalan menyangkut tanda masuk," kata Mulfachri.
Kisruh soal karcis masuk pertandingan di sejumlah venue Asian Games memang menjadi pergunjingan dan kritik banyak pihak. Pasalnya, pada beberapa cabang olahraga yang dipertandingkan, banyak bangku di tribun yang kosong. Padahal, di luar arena, banyak warga yang gagal menonton karena tiket sold out.
Salah satu kejadian yang sempat viral adalah pada Rabu, 22 Agustus lalu, yang bertepatan dengan libur Idul Adha. Saat itu ada pertandingan final bulutangkis beregu putra antara Indonesia dan China. Animo masyarakat begitu tinggi untuk menyaksikan secara langsung pertandingan itu. Mereka pun serempak menyerbu ticket box yang disiapkan. Namun tidak semua kebagian tiket dan mereka hanya bisa mendukung duta bangsa lewat doa dari luar arena.
Anehnya, deretan kursi di tribun Istora Senayan, tempat berlangsungnya pertandingan final beregu putra antara Indonesia dan China tersebut, terlihat masih banyak yang kosong. Kejanggalan seperti itu juga terlihat di sejumlah pertandingan lainnya, seperti sepakbola di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang, Jumat, 24 Agustus.
Atas kejadian itu, Ketua Inasgoc Erick Thohir menyatakan, bangku di stadion tempat berlangsungnya ajang multievent terbagi menjadi dua. Pertama, bangku umum yang dijual terbuka. Jenis kedua adalah bangku khusus untuk wartawan, perwakilan negara peserta, federasi olahraga, hingga sponsor. "Nah, yang kerap Anda saksikan ada beberapa yang kosong adalah bangku jenis kedua ini," papar Erick dalam keterangannya.
Bangku-bangku itu tak selalu kosong. Sebab, perwakilan negara sahabat kadang baru datang ketika pertandingan sudah berlangsung karena mereka harus mengecek atlet-atletnya di beberapa venue secara bersamaan. Meski kosong, bangku itu tak dijual untuk umum demi alasan keamanan. Stadion perlu beberapa ruang kosong untuk pergerakan petugas dan jalur evakuasi.
Namun, berdasarkan pantauan, bangku kosong di Istora juga terlihat pada sisi bangku penonton umum. Dari hasil penelusuran, diduga kuat bahwa 'menganggur'-nya bangku-bangku itu lantaran banyaknya calo yang ditangkap pada Rabu, 22 Agustus, karena melego tiket dengan harga selangit. Dari harga reguler Rp 100-200 ribu, tiket-tiket itu dijual sampai Rp 1,2 juta. Mereka ditahan semalam di Polsek Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Seorang calo tiket di GBK mengatakan ada belasan tiket yang didagangkan oleh timnya pada saat ada penangkapan itu. Bisa dibayangkan berapa tiket yang terbuang sia-sia karena ada banyak komplotan calo yang beroperasi di Pintu 4 dan 5 GBK. "Teman-teman saya tertangkap. Tapi ya itu sudah menjadi risiko," katanya.
Dari perbincangan dengan Heru, salah seorang calo, diketahui mereka beraksi secara berkelompok atau satu tim yang berisi 5-7 orang. Mereka punya tugas masing-masing. Ada penjual (pemodal), pemilik KTP, dan tukang antre. Hal ini untuk menyiasati sistem pembelian tiket yang berpatokan satu KTP hanya bisa beli tiga tiket. "Kita nyuruh orang untuk beli dua tiket. Nanti dia kita kasih Rp 100 ribu. Kalau tiketnya hanya dijual on the spot, kita suruh orang untuk antre. Banyaklah yang butuh duit mau disuruh antre," ujar Heru.
Sekjen Inasgoc Eris Herryanto tak mau ambil pusing dengan aksi para calo tiket yang merajalela selama Asian Games. "Iya, nggak apa-apa, namanya juga usaha," ujar Eris. Adapun Wakil Direktur Department Revenue Deputi II Inasgoc Cahyadi bilang, secara persentase, tiket yang jatuh ke tangan calo relatif kecil. "Kalau di-persentase antara calo dan noncalo itu memang banyakan yang beli noncalo," katanya.dtc