Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Caracas. Menurut data PBB, 2,3 juta orang meninggalkan Venezuela dari tahun 2014 sampai bulan Juni 2018 akibat krisis ekonomi di negara itu. Ribuan lainnya masih terus mengalir keluar dari negara tersebut.
Hampir semua keluarga di negara itu terkena dampak krisis ekonomi yang terjadi dan 7% penduduk telah angkat kaki dari negara mereka sendiri.
Lembaga kemanusiaan pembangunan Cafod, yang merupakan bagian dari Caritas International, berbicara dengan sejumlah orang yang ditinggalkan di Venezuela.
Mara Teresa Jimenez, 85 tahun
Sebagai seorang pensiunan penjahit dan ibu sembilan anak, Mara Teresa Jimenez menyaksikan lima dari anak-anaknya dan sembilan dari cucu-cucunya meninggalkan Venezuela.
"Saya bekerja sebagai penjahit selama 38 tahun dan hal itu berjalan sangat lancar, anak-anak saya tidak kekurangan. Sekarang, kami bahkan tidak mempunyai uang untuk membeli obat," katanya tentang kesulitan yang terjadi di Venezuela dalam beberapa tahun terakhir.
"Untunglah, saya tidak punya anak kecil dan anak-anak saya sekarang sudah menjadi orang yang berhasil."
"Saya bahagia bahwa anak-anak saya berada di tempat yang tidak berbahaya. Kalau saya 20 tahun lebih muda, saya bisa pergi bersama mereka."
Magaly Henrquez, 58 tahun
Magaly Henrquez adalah ibu dari lima anak. Dia tetap berada di Venezuela sementara dua anak terkecilnya, Mara Eugenia, seorang guru pendidikan khusus dan Junior, seorang pengusaha sudah berimigrasi. "Ini sangat menyakitkan," kata Henrquez.
"Anak laki-laki saya memiliki banyak mimpi. Dia memulai usaha pemasokan cat (yang harus ditutup karena lonjakan harga). Anak perempuan saya harus bekerja di dua tempat dan itu tidaklah cukup untuk bertahan hidup disini. Kebanyakan guru di Venezuela harus pergi."
Junior sekarang bekerja sebagai pelatih kebugaran di Peru dan Mara Eugenia menjadi pembantu rumah tangga.
"Saya besar di Venezuela yang masih enak," kata Henrquez. "Kami tidak mengalami keterbatasan dana. Kami mampu membeli berbagai hal. Kami memiliki yang diperlukan agar bisa bertahan hidup."
Maribel Perez, 62 tahun
Perez telah merawat cucu-cucunya Naile, 12 tahun, Naiberli, 7 tahun dan Naire, 13 tahun selama sebulan karena anak perempuannya mencari pekerjaan di Kolombia.
"Dia sudah mencari pekerjaan selama lebih dua tahun dan belum ada hasilnya. Saya mengatakan kepadanya bahwa saya masih kuat membesarkan mereka," kata Perez.
"Sulit bagi anak-anak ini. Saat mereka berulang tahun atau lulus sekolah, ibu mereka tidak ada. Tetapi ketika dia menelepon, mereka mengatakan kepadanya untuk tidak cemas, mereka dalam keadaan baik-baik dan sangat mencintainya."
Sementara itu pendaftaran sekolah akan segera dimulai dan masing-masing anak harus memberikan pas foto. Harga foto tersebut adalah lebih dari seperempat gaji rata-rata per bulan.
Tanpa foto-foto tersebut anak-anak perempuan itu tidak bisa bersekolah.
Pastor Cristbal Domnguez
Pastor Cristbal Domnguez telah menyaksikan pengungsian besar-besaran anak muda jemaatnya - pada enam bulan pertama tahun ini, 17 anggota muda gerejanya pindah ke luar negeri.
"Kami kehilangan semua anggota paduan suara gereja. Mereka adalah anak muda yang bermigrasi bulan Desember lalu," katanya.
"Sekarang kami berusaha membentuk paduan suara baru, tetapi topik yang selalu dibicarakan adalah negara-negara mana lagi yang mereka akan datangi, mana yang memberikan lebih banyak peluang untuk mencari nafkah."
"Yang menyedihkan, kebanyakan dari mereka merasa jalan satu-satunya untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik adalah pindah ke negara lain."
Bekerja bersama-sama Caritas Venezuela, jemaat Pastor Cristbal menjalankan "olla comunitaria", dapur umum yang memberikan makanan kepada lebih dari 500 orang setiap minggu.
Sementara tahun ajaran baru akan dimulai beberapa minggu lagi, dia khawatir banyak kelas tidak memiliki guru karena mereka telah pindah ke luar negeri.(dtc/bbc)