Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Magelang - Koordinator Divisi Hukum Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar menjelaskan terkait lolosnya mantan napi korupsi jadi bacaleg 2019. Menurutnya, keputusan Bawaslu telah sesuai dengan undang-undang.
"Keputusan Bawaslu ini sudah tepat dan sesuai UUD 1945 dan UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017. Kami Bawaslu hanya patuh pada UU. Selama Indonesia menjadi negara hukum ya ini harus dilakukan," ujar Fritz di sela diskusi di Pendopo Pengawasan Bawaslu Kabupaten Magelang, Minggu (2/9/2018).
Fritz mengatakan, mantan napi dan bukan napi punya hak sama yang dilindungi UUD 1945 dan UU Pemilu.
"Kita semua setuju korupsi adalah masalah besar di Indonesia. Kita juga setuju dana rakyat harus dilindungi namun kita jangan lupa bahwa ada hak individu, ada hak orang. Mantan napi dan bukan napi punya hak sama yang dilindungi UUD dan UU Pemilu," tegas pakar hukum tata negara dari STH Indonesia Jentera itu.
Dia menyebutkan, UU Pemilu tidak melarang mantan narapidana korupsi menjadi caleg. Ia pun mempersilakan masyarakat untuk membaca kembali UU Pemilu nomor 7 tahun 2017.
"Undang-undang secara tegas sudah menyatakan, bahwa seorang mantan narapidana yang telah menyelesaikan masa hukuman boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan sudah mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik," ungkapnya.
Fritz juga menilai bahwa lembaga penegak hukum seperti KPK pun sangat selektif dalam mengajukan penambahan hukuman berupa pencabutan hak politik.
Dari ratusan pelaku korupsi, kaya Fritz hanya beberapa saja yang hak politiknya diminta dicabut yakni Anas Urbaningrum, Ratu Atut Chosiyah, dan Akil Mochtar.
Ia mengatakan bahwa pencabutan hak politik memang dimungkinkan sesuai ketentuan pasal 35 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Yakni hak-hak terpidana yang dapat dicabut dengan putusan hakim di antaranya hak memegang jabatan, hak memasuki angkatan bersenjata, serta hak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum.
"Namun ingat, pencabutan hak politik harus berdasarkan putusan pengadilan. Bawaslu bekerja untuk menegakkan keadilan pemilu. Sekarang kami serahkan kepada masyarakat untuk menilainya kenapa Bawaslu memutuskan demikian," ujar dia.
Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang, MH Habib Shaleh menambahkan dalam memutus sengketa pemilu, Bawaslu hingga Panwascam menerima tekanan yang luar biasa dari sebagian kelompok masyarakat.
"Mereka hanya menilai jajaran Bawaslu sepintas saja tanpa melihat kinerja baik selama ini," katanya.
Dia menyatakan, seluruh jajaran Bawaslu Kabupaten Magelang sudah siap melakukan pengawasan Pemilu Serentak 2019.
"Kami sudah membuat sejumlah program untuk pencegahan pelanggaran selama Pilkada Serentak 2018. Yakni di antaranya Kampung Anti Money Politics, Keluarga Anti Money Politics, Panwas Lillahitangala, Sambang Kampung, dan lainnya," terang Habib. dtc