Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Mahkamah Agung (MA) memutuskan eks napi korupsi dapat nyaleg dalam Pemilu 2019. KPU mengatakan putusan MA merupakan hal yang sensitif.
"Sampai sekarang kami belum terima pitusan MA, baru rilisnya. Kita belum tahu nomornya, kita belum tahu detail putusannya. Karena ini masalah sensitif KPU RI harus hati-hati," ujar Komisioner KPU Viryan Aziz, di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Sabtu (15/9/2018).
Viryan mengatakan pihaknya harus membahas putusan tersebut dalam rapat pleno. Hal ini dikarenakan, untuk merevisi Peraturan KPU (PKPU) harus melalui uji publik hingga Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR.
"Kami perlu sangat tertib, selain menerima putusan itu untuk dibahas dalam rapat pleno," kata Viryan.
"Untuk merevisi PKPU, harus melakukan uji publik, harus RDP. Ada langkah-langkah yang harus dibahas, enggak bisa mengabaikan begitu saja tahapan-tahapan itu," sambungnya.
Sehingga menurutnya, KPU perlu berhati-hati dalam merevisi aturan KPU. Agar nantinya tidak ada permasalahan dari hasil revisi yang dilakukan.
"Ketika ada putusan MA, kami juga perlu hati-hati dan cermat dalam melakukan penyesuaian di PKPU kami. Sehingga tidak menghasilkan permasalahan baru, sampai hari inikan (hasil putusan) baru berita," tuturnya.
Dia mengatakan, belum diketahui apakah putusan tersebut juga membolehkan mantan narapidana lain menjadi caleg. Hal ini juga yang menyebabkan situasi menjadi rumit.
"Apakah hanya napi tipikor yang dibatalkan?, kalau hanya tipikor berarti mantan napi kejahatan seksual dan bandar narkoba tidak bisa jadi caleg, korupsi boleh," kata Viryan.
"Kalau keputusannya kemudian menyebut tiga-tiganya itu, berarti ketiganya bisa nyaleg, konteks waktunya bagaimana. Jadi situasi sekarang relatif kompleks maka kami harus hati-hati dan cermat untuk merevisi peraturan kami," tuturnya.
MA sebelumnya mengabulkan permohonan gugatan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018, yang melarang eks napi korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Selidik punya selidik, putusan MA itu tak berlaku otomatis.
Hal itu didasari Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil sebagaimana dikutip detikcom, Jumat (14/9). Dalam Pasal 8 ayat 2 disebutkan:
Dalam hal 90 hari setelah putusan MA tersebut dikirim ke Badan atau Pejabat Usaha Tata Negara, yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan tersebut, ternyata Pejabat tersebut tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum peraturan perundang-undangan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.(dtc)