Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Meski sudah berjalan sekitar 46 hari, namun cakupan imunisasi Measles Rubella (MR) di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) masih belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Karenanya, provinsi ini dikhawatirkan memiliki risiko Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk penyakit campak rubella.
Kepala Seksi (Kasi) Surveilans Imunisasi Dinas Kesehatan Sumut, Suhadi menyatakan, berdasarkan data yang terhimpun hingga Sabtu (15/9/2019), kampanye MR baru mencapai 33,6% atau minus 614%. Padahal ditargetkan, cakupan imunisasi MR dapat diberikan minimal 95% dari sasaran vaksin 4.291.857 anak hingga akhir bulan September ini.
"Sampai saat ini cakupan rendah, terutama di wilayah dengan mayoritas muslim seperti Madina (Mandailing Natal). Padahal, imunisasi ini tidak akan bermanfaat kalau cakupannya rendah dan tidak merata," ungkapnya dalam Diskusi Publik Campak Rubella bersama Jurnalis dan Pemangku Kepentingan Provinsi Sumut, di Aula Rapat II Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Pirngadi Medan.
Dalam kegiatan yang digelar Forum Wartawan Kesehatan (Forwakes) yang bekerja sama dengan UNICEF serta Dinas Kesehatan Sumut ini, Suhadi menuturkan, kampanye MR penting dilakukan untuk memutus rantai penularan penyakit yang disebut juga campak jerman ini. Dengan pemberian vaksin kepada semua anak usia 9 bulan hingga 15 tahun, ungkap dia, diharap timbul kekebalan tubuh sehingga penyakit tidak menjadi wabah.
"Karena itu, saya mohon kepada teman jurnalis agar bisa mengungkap cakupan kampanye MR per Kabupaten/kota. Sehingga kepala daerah malu dan bisa mendesak agar program pencegahan penyakit dari pemerintah ini bisa mencapai target," pintanya.
Ketua Komda Pemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (PP-KIPI) Sumut, Prof Dr H Munar Lubis SpA (K) mengungkapkan, bahwa imunisasi dilakukan untuk mengunci atau menjadi antibodi agar tidak timbul penyakit. Namun jelas dia, meski sudah diimunisasi, anak masih bisa tertular, tapi risikonya jauh lebih ringan.
"Sedangkan yang belum diimunisasi, sakitnya akan lebih berat, lebih lama dan lebih berbahaya," jelas Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Sumut ini.
Lebih lanjut Munar mengatakan, jika menulari anak, campak Jerman ini hanya menimbulkan gejala ringan. Namun, jika diidap wanita hamil maka cukup berbahaya karena dapat menimbulkan abortus atau bayi lahir dengan CRS atau sindrome kecacatan pada bayi.
"Jadi anak kita diimunisasi untuk melindungi cucu kita nantinya. Untuk itu, program kampanye MR ini harus mencapai cakupan target 95% agar berhasil dan dapat mengeliminasi virus," pungkasnya