Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta
Dirjen Ketenagalistrikan (Gatrik) Kementerian ESDM Andy N Sommeng menilai target rasio elektrifikasi (RE) dalam program listrik desa (lisdes) di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) bisa tertunda ke 2020.
Dia menyampaikan, hal itu karena penyertaan modal negara (PMN) yang didapatkan PT PLN (Persero) lebih rendah daripada yang diusulkan. Hal itu mengikuti keputusan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahwa suntikan modal yang diterima PLN sebesar Rp 6,5 triliun. Sementara kata Andi yang diusulkan Rp 10 triliun.
"PMN 2019 (usulannya) Rp 10 triliun. Rp 8,5 triliun untuk lisdes, itu perjuangan Ditjen Gatrik, transmisi dan gardu induk Rp 1,5 triliun supaya kita kejar rasio elektrifikasi 99,9% pada 2019," katanya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Senin (24/9/2018).
Namun, di rapat DPR tersebut diputuskan suntikan modal buat PLN sebesar Rp 6,5 triliun karena porsi Rp 3,5 triliun dipindahkan ke PT Hutama Karya (Persero) yang akhirnya menerima Rp 10 triliun. Hal itu membuat alokasi Rp 8,5 triliun yang rencananya untuk lisdes turun jadi Rp 5,9 triliun.
"Ini dikasihnya jadi cuma Rp 5,9 triliun. Tadinya Rp 8,5 triliun. Jadi daerah 3T bisa ditunda jadi 2020," sebutnya.
Karena PMN yang disepakati hanya Rp 6,5 triliun, menurutnya perlu ada hitung-hitungan ulang soal peningkatan rasio elektrifikasi untuk daerah 3T, termasuk daerah yang RE-nya sudah di atas 90%.
"Sehingga daerah 3T dengan kabupaten dengan RE lebih besar dari 90% kita harus hitung lagi apakah ada penundaan sampai 2020. Tadinya kan mau kita isi supaya RE-nya cepat naik," tambahnya.
Sebelumnya diberitakan Pimpinan rapat Banggar DPR Said Abdullah meminta persetujuan anggotanya terkait dengan suntikan modal yang diterima PLN dan Hutama Karya.
"Yang kita putuskan itu, PMN di BUMN itu ada keterbalikan, awalnya Rp 7 triliun untuk HK, Rp 10 triliun untuk PLN, menjadi Rp10 triliun untuk HK, PLN Rp 6,5 triliun," kata Said di ruang rapat Banggar saat itu.(dtf)