Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Produk-produk ritel elektronik hingga gadget dari China hingga saat ini masih bebas dari 'serangan' pengenaan bea masuk pemerintah Amerika Serikat (AS).
Namun pada 'serangan' perang dagang selanjutnya jenis produk ini bisa menjadi sasaran empuk dan memberikan tekanan ke ekonomi China.
Ekonom IHS Markit wilayah Asia Pasifik, Rajiv Biswas, menilai produk-produk seperti ponsel pintar, smart watch dan gadget lainnya berpotensi menjadi target serangan selanjutnya. Kepala Ekonom ANZ China, Raymond Yeung, juga punya prediksi yang sama.
"Jika AS meluncurkan serangan tahap ketiga, maka tarif bea masuk China yang disesuaikan nilainya bisa lebih dari US$ 267 miliar. Ini akan secara signifikan akan mengguncang eksportir China," kata Biswas dilansir dari CNBC, Jumat (28/9/2015).
Apple sendiri yang memiliki pabrik di China pada awal bulan telah memperkirakan perang dagang akan mempengaruhi produk-produknya seperti Apple Watch, AirPods, hingga charger baterai. Namun mereka saat ini masih aman lantaran belum masuk dalam daftar pengenaan tarif bea masuk,
Sementara Raymond Yeung menjelaskan sekitar 45% barang ekspor dari China ke AS merupakan barang konsumsi. Oleh karena itu serangan tahap berikutnya yang dilakukan AS bisa mengguncang ekonomi China.
Serangan berikutnya kemungkinan besar akan menghantam perusahaan multinasional besar yang memproduksi barang di China untuk diekspor. Selain itu usaha kecil dan menengah China yang merupakan bagian dari rantai pasokan global juga akan terpengaruh.
Produk otomotif juga sepertinya akan masuk dalam daftar serangan bea masuk yang diluncurkan Presiden AS Donald Trump. Meskipun pada Juli kemarin Trump sudah menerapkan restribusi 25% atas mobil yang masuk.
Dampaknya pun sudah terlihat. Ford telah membatalkan rencana untuk menjual model baru Ford Focus Active crossover buatan China di AS. Sementara Volvo memindahkan produksi crossover XC60-nya dari China ke Swedia.
Sebelumnya Trump sudah mengenakan tarif bea masuk sebesar 10% pada barang dari China senilai US$ 200 miliar. Menurut Trump tindakan itu akan memacu Washington untuk merealisasikan kebijakan pengenaan tarif baru untuk produk senilai US$ 267 miliar.
Bentrokan ini dimulai sebenarnya hanya karena Trump merasa impor barang AS ke China lebih sedikit dibanding masuknya produk China ke AS. Sebagai contoh 2017 China ekspor ke AS nilainya mencapai Rp 129,9 miliar, sekarang sudah sedikit menurun harganya US$ 105,5 miliar.
Akan Banyak Lapangan Kerja Hilang di China
Serangan baru yang diluncurkan Trump ke China diperkirakan akan membuat jumlah pengangguran di Negeri Tirai Bambu meningkat. Hal ini tercantum dalam laporan terbaru J.P. Morgan yang dilansir CNBC.
J.P Morgan memprediksi China akan kehilangan sebanyak 3 juta lapangan pekerjaan. Namun dia juga memprediksi pemerintah China tidak tinggal diam dan pasti meluncurkan serangan balik.
Dengan adanya serangan balik itu maka potensi hilangnya lapangan pekerjan bisa ditekan menjadi hanya 700 ribu. (dtf)