Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) mencatat, di tanah air dalam setahun rata-rata gempa bumi dapat terjadi hingga 5.000-6.000 kali. Karenanya, masyarakat diimbau untuk dapat selalu waspada, serba mengenali bahayanya serta kurangi risikonya.
"Gempa bumi dapat terjadi kapan saja, terutama di daerah-daerah rawan gempa," ungkap Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/10/2018).
Sutopo menjelaskan, Indonesia merupakan negara yang rawan bencana. Sehingga berbagai bencana selalu menyertai setiap tahunnya.
"Trend bencana juga cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Tingginya bahaya bencana, seperti gempa, tsunami, erupsi gunungapi, banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, puting beliung, cuaca ekstrem, juga masih tingginya kerentanan dan masih rendahnya kapasitas, menyebabkan tingginya risiko bencana," jelasnya.
Sutopo mengatakan, bencana adalah multidisiplin, multisektor, multidimensi dan multikomplek, yang satu sama lain saling berkaitan, sehingga memerlukan penanganan yang komprehensif yang berkelanjutan. Selama tahun 2018, hingga Kamis (25/10/2018), tercatat ada 1.999 kejadian bencana di Indonesia.
"Jumlah ini akan terus bertambah hingga akhir 2018 mendatang," sebutnya.
Dampak yang ditimbulkan bencana, kata Sutopo, sangat besar. Ia memaparkan, tercatat 3.548 orang meninggal dunia dan hilang, 13.112 orang luka-luka, 3.06 juta jiwa mengungsi dan terdampak bencana, 339.969 rumah rusak berat, 7.810 rumah rusak sedang, 20.608 rumah rusak ringan, dan ribuan fasilitas umum rusak.
Selain itu, kerugian ekonomi yang ditimbulkan bencana juga cukup besar. Sebagai gambaran, gempabumi di Lombok dan Sumbawa menimbulkan kerusakan dan kerugian Rp 17.13 trilyun. Begitu juga gempabumi dan tsunami di Sulawesi Tengah menyebabkan kerugian dan kerusakan lebih dari Rp 13,82 trilun.
"Jumlah ini juga diperkirakan masih akan bertambah," tuturnya.
Lebih lanjut ia menyampaikan, selama tahun 2018, terdapat beberapa bencana yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian cukup besar yaitu, banjir bandang di Lampung Tengah pada (26/2/2018) yang menyebabkan 7 orang meninggal dunia. Bencana longsor di Brebes, Jawa Tengah pada (22/2/2018) yang menyebabkan 11 orang meninggal dunia dan 7 orang hilang.
Kemudian banjir bandang di Mandailing Natal pada (12/10/2018) menyebabkan 17 orang meninggal dunia dan 2 orang hilang. Gempabumi beruntun di Lombok dan Sumbawa pada (29/7/2018), (5/8/2018), dan (19/8/2018) menyebabkan 564 orang meninggal dunia dan 445.343 orang mengungsi. Bencana gempabumi dan tsunami di Sulawesi Tengah pada (28/9/2018) menyebabkan 2.081 orang meninggal dunia, 1.309 orang hilang dan 206.219 orang mengungsi.
"Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah korban meninggal dunia dan hilang akibat bencana pada tahun 2018 ini paling besar sejak 2007. Dimana, jumlah kejadian bencana, kemungkinan hampir sama dengan jumlah bencana tahun 2016 dan 2017 yaitu 2.306 kejadian bencana dan 2.391 kejadian bencana. Namun dampak yang ditimbulkan akibat bencana pada 2018 sangat besar," terangnya.
Selama tahun 2007 hingga 2018 lanjut Sutopo, kejadian bencana besar yang menimbulkan korban banyak adalah pada tahun 2009, 2010 dan 2018. Pada tahun 2009 tercatat 1.245 kejadian bencana, dimana terjadi gempa cukup besar di Jawa Barat dan gempa di Sumatera Barat. Dampak bencana selama tahun 2009 adalah 1.767 orang meninggal dunia dan hilang, 5.160 orang luka-luka, dan 5,53 juta orang mengungsi dan terdampak bencana.
Lalu, pada tahun 2010 tercatat 1.944 kejadian bencana. Beberapa kejadian besar terjadi secara beruntun selama 2010 yaitu banjir bandang Wasior, tsunami Mentawai, erupsi Gunung Merapi, dan erupsi Gunung Bromo. Dampak yang ditimbulkan bencana selama tahun 2010 adalah 1.907 orang meninggal dunia dan hilang, 35.730 orang luka-luka dan 1,66 juta orang mengungsi dan terdampak bencana.
Sementara, selama tahun 2018 ini, bencana hidrometeorologi tetap dominan. Jumlah kejadian puting beliung 605 kejadian, banjir 506, kebakaran hutan dan lahan 353, longsor 319, erupsi gunungapi 55, gelombang pasang dan abrasi 33, gempabumi yang merusak 17, dan tsunami 1 kali.
"Gempabumi yang merusak dan tsunami memang jarang terjadi. Namun saat terjadi gempabumi yang merusak seringkali menimbulkan korban jiwa dan kerugian ekonomi yang besar," ujarnya.
Sutopo menambahkan, berdasarkan statistik bencana tersebut makin menunjukkan bahwa negara kita rawan bencana. Secara umum tingkat kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam menghadapi bencana-bencana besar belum siap.
Ditambah lagi saat ini, wilayah Indonesia akan memasuki musim penghujan. Diperkirakan banjir, longsor dan puting beliung akan banyak terjadi selama musim penghujan, dan gempabumi tidak dapat diprediksi secara pasti.
"Mitigasi bencana, kesiapsiagaan menghadapi bencana, dan pengurangan risiko bencana masih perlu terus ditingkatkan. Pengurangan risiko bencana harus dimaknai sebagai investasi pembangunan nasional. Tanpa itu maka dampak bencana akan selalu menimbulkan korban jiwa besar kerugian ekonomi yang besar," pungkasnya.