Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Sukarno dan Mohammad Hatta adalah dwitunggal proklamator Republik Indonesia. Tetapi nama kedua tokoh besar ini seakan absen dari Kongres Pemuda II yang merumuskan Sumpah Pemuda.
Kongres Pemuda II digelar pada 27-28 Oktober 1928 di Jakarta. Sekitar 17 tahun kemudian pada 17 Agustus 1945, Sukarno-Hatta membacakan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Ketua Panitia Kongres Pemuda II adalah Sugondo Djojopuspito dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI). Dia dibantu oleh RM Djoko Massaid dari Jong Java sebagai wakil ketua.
Adapun Mohammad Yamin dari Jong Sumatranen Bond menjabat sebagai sekretaris dan Amir Sjarifuddin dari Jong Bataks Bond menjadi bendahara.
"Jadi, tahun 1927 itu adalah tahun di mana Bung Karno sibuk kampanye karena baru mendirikan partai, PNI. Sebenarnya Bung Karno terlalu tua juga untuk urusi itu. Bung Karno udah nggak terlalu muda waktu itu, 27 (tahun), yang kongres umurnya belasan tahun; 17, 18, 20. (Bung Karno) sudah terlalu tua zaman itu," kata sejarawan Asep Kambali saat berbincang, Jumat malam (26/10/2018).
Akan tetapi, kata Asep, bukan berarti Bung Karno tak memantau pergerakan para pemuda saat itu. Sementara itu Bung Hatta pada tahun 1928 masih menyelesaikan studinya di Belanda.
Bung Hatta menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia (PI) pada tahun 1926. Organisasi ini berkedudukan di Belanda yang terdiri dari para pelajar Indonesia.
PI menerbitkan majalah bertajuk 'Indonesia Merdeka'. Artikel dari majalah ini kemudian diselundupkan ke tanah air. Tetapi akhirnya ketahuan oleh pemerintah kolonial.
Pada tahun 1927, Hatta ditangkap oleh pemerintah Belanda. Selain Hatta ada pula Ali Sastroamidjojo, Nazir Datuk Pamuntjak, dan Madjid Djojohadiningrat.
Sementara itu di Indonesia, Bung Karno terus mendapatkan kiriman artikel selundupan tersebut. Saat itu Bung Karno tinggal di Bandung bersama istrinya, Inggit. Bukan cuma berdua saja, tetapi para aktivis yang ekonominya terbatas bahkan kerap tinggal bersama Bung Karno dan Inggit.
"Kadang-kadang bermalam di tempat kami orang yang membawa 'Indonesia Merdeka' yang terlarang, yaitu berkala yang dicetak oleh kawan-kawan di Negeri Belanda, dan tidak boleh beredar di tanah air. Karena itu kawan-kawan di Amsterdam menggunting artikel-artikel yang penting dan menyisipkannya ke dalam majalah yang tidak terlarang," kata Bung Karno seperti dikatakan kepada Cindy Adams dalam buku Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Bandung dan Jakarta saat ini memang relatif dekat. Apalagi ada jalan tol yang memungkinkan waktu tempuh semakin singkat.
Sementara di Bandung, Bung Karnoterus memantau pergerakan baik di Indonesia maupun Belanda, Kongres Pemuda II berlangsung di Jakarta. Kabar tentang rumusan Sumpah Pemuda, yang awalnya disebut Ikrar Pemuda, sampai pula ke telinga Bung Karno.
"Dengan jalan demikian banyak bahan keterangan yang dapat dikirimkan pulang-pergi melalui samudera luas. Pada tanggal 28 Oktober tahun '28 Sukarno dengan resmi mengikrarkan sumpah khidmat: 'Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa'. Di tahun 1928 untuk pertama kali kami menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya," tutur Bung Karno kepada Cindy Adams.
Lagu Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman memang pertama kali diperdengarkan pada saat penutupan Kongres Pemuda II. Namun menurut sejarawan Asep Kambali, saat itu hanya dimainkan secara instrumental dengan biola oleh WR Supratman.
"Ya instrumental saja, karena nggak boleh ada kata-kata 'merdeka, merdeka' itu. Baru kemudian ada Indonesia Raya yang direkam di piringan hitam. Itupun banyak persoalan, lagu yang nggak boleh beredar pada masa itu," kata Asep.
Indonesia Raya kemudian menjadi terdiri dari 3 kuplet. Bung Karno dalam risalahnya yang terkenal, 'Indonesia Merdeka', pada tahun 1933 juga mengutip sepenggal bait Indonesia Raya.
"O, Marhaen, hidupmu sehari-hari morat-marit dan kocar-kacir, beban-bebanmu semakin berat, hak-hakmu boleh dikatakan tidak ada sama sekali! Bahwasanya kamu boleh menyanyi: "Indonesia tanah yang mulia, tanah kita yang kaya; Di sanalah kita berada, untuk selama-lamanya"," ungkap Bung Karno seperti dikutip dari cetakan kedua risalah tersebut yang diterbitkan Kreasi Wacana pada 2007.(dtc)