Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Usai mendapatkan gelar doktor kehormatan (honoris causa) dari di bidang diplomasi ekonomi dari Fujian Normal University (FNU), Fuzhou, Tiongkok Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri terbang ke Seoul, Korea Selatan. Di negeri ginseng tersebut Mega menjadi salah satu pembicara dalam forum internasional The KOR-ASIA Forum 2018.
Mega yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan itu bicara upaya Indonesia mendamaikan Korea Utara-Korea Selatan dengan menggunakan dasar Pancasila. Upaya sudah dilakukan sejak zaman Presiden pertama RI, Sukarno (Bung Karno).
Pada April 1965, dikisahkan Megawati, dirinya diajak oleh Bung Karno yang juga ayah kandungnya ikut dalam pertemuan dengan Kim Il Sung, Pendiri Negara Korea Utara. Saat itu Mega berusia 18 tahun. Sementara Kim Jong Il berusia 23 tahun.
Pertemuan berlangsung saat Kim Il-sung dan rombongannya yang melakukan kunjungan kenegaraan ke Jakarta untuk memperingati dasawarsa Konferensi Asia-Afrika. Bung Karno kemudian mengajak tamunya ke Kebun Raya Bogor.
Kim Il-sung terkesima oleh bunga anggrek berwarna ungu yang tampak asing baginya. Bung Karno kemudian memberikan bunga tersebut. Bunga itu kemudian dinamakan Kimilsungia oleh Bung Karno, dan menjadi bunga negara Korea Utara.
Kepada Megawati, Bung Karno kemudian berpesan agar putrinya tersebut terus berjuang untuk perdamaian di Semenanjung Korea.
"Mega, berjuanglah untuk perdamaian di Semenanjung Korea. Berdiri tegak di tengah dan jangan memihak Korea Selatan atau Korea Utara. Rangkullah jalan damai. Pegang teguh ideologi Pancasila yang akan membimbingmu menuju jalan damai. Jalan ini akan membawamu kepada para pemimpin dan orang-orang dari kedua negara yang sama-sama berjuang untuk perdamaian dan kedaulatan Korea," kata Megawati dalam keterangan tertulis DPP PDI Perjuangan, Rabu (7/11/2018).
Dalam pidatonya, Mega kemudian menjelaskan satu persatu prinsip dari lima sila Pancasila. Yakni Ketuhanan; Nasionalisme; Internasionalisme; Demokrasi; dan Keadilan Sosial.
Dan terbukti, lanjut Megawati, Pancasila menjadi obor penerang jalannya. Pada 2002, Megawati diterima oleh Pemimpin Korut Kim Jong Il. Saat itu, Mega menjabat presiden RI. Di pertemuan itu, Megawati mengaku menyampaikan pesan dari Presiden Korea Selatan, Kim Dae-jung, yang berinti keinginan menyambung pembicaraan soal perdamaian yang terhenti saat itu.
"Saya sampaikan juga bahwa perdamaian di Semenanjung Korea itu krusial untuk menjaga stabilitas di Asia Pasifik," kata Megawati.
Sayang upayanya mendamaikan kedua Korea sempat tertahan karena dia tak lagi menjadi presiden pada 2004. Namun, sebagai tokoh, Megawati terus berusaha membantu upaya perdamaian.
Pada 2017, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, memintanya untuk menjadi bagian dari juru damai untuk Semenanjung Korea.
"Banyak yang ragu soal perdamaian di Semenanjung Korea. Tapi saya justru yakin bahwa perdamaian itu akan terjadi," kata Megawati.
Keyakinannya itu bertumpu pada pengalamannya yang melihat serta mendengar langsung dari masyarakat kedua negara yang merindukan perdamaian.
"Mereka tidak ingin permusuhan dan kebencian diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Orang-orang yang menginginkan bahwa keputusan, sehubungan dengan Semenanjung Korea, dibuat atas nama kepentingan dan kelangsungan hidup mereka bersama," beber Megawati.
Di acara itu, Megawati menjadi pembicara bersama mantan Presiden Mongolia Punsalmaagiyn Orchirbat, dan Deputy PM Tajikistan Davlatali Said.
Sebelum seminar, Megawati disambut khusus oleh Moon Hee Sang, Presiden dari National Assembly of the Republic Korea. Keduanya bicara soal upaya untuk memajukan perdamaian kedua Korea.
Dalam rombongan Megawati ke Korea itu, turut diikuti sejumlah petinggi PDI Perjuangan. Di antaranya adalah Olly Dondokambey, Rokhmin Dahuri, dan Herman Hery. (dtc)