Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Masalah yang dihadapi pesawat Lion Air PK-LQP dalam penerbangan Denpasar-Jakarta dan Jakarta-Pangkalpinang disebut-sebut relatif sama tetapi keputusan dua pilot yang menerbangkan berbeda. Keputusan dua pilot ini pun dipertanyakan.
"Dengan problem yang relatif sama, kenapa tindakan yang diambil PIC (pilot) bisa berbeda?" tanya wartawan dalam konferensi pers di Kantor KNKT, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Rabu (28/11/2018).
Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo menjawab, pihaknya saat ini belum bisa menjawab terkait pertanyaan tersebut. KNKT butuh Cockpit Voice Recorder (CVR) agar hal tersebut bisa diketahui kenapa.
"Kita telah mewawancara pilotnya penerbangan Bali ke Jakarta. Dia menjelaskan mengenai seperti apa situasinya, seperti apa dia mengatasi situasi itu, dan apa tindakan yang tepat terkait hal tersebut saat itu," ujar Nurcahyo.
"Kenapa actionnya berbeda adalah hal yang harus kita cari lagi. Itulah kenapa kita sangat perlu adanya cockpit voice recorder (CVR). Kita perlu apa yang didiskusikan pilot selama penerbangan, apa problem yang mungkin terdengar dalam CVR, mungkin warning, suara-suara, atau apapun. Kita perlu mengidentifikasinya. Jadi untuk saat ini kita belum punya jawabannya," jelasnya.
KNKT kemudian ditanya lagi mengenai apakah ada buku manual dari Boeing untuk panduan menghadapi warning stall.
"Apakaha da informasi jelas dalam manual dari Boeing, bukan tambahan tapi manual awal untuk apa yang harus dilakukan oleh kalau ada stalling ini? Kan FAA mengatakan tidak ada," tanya wartawan.
"Kita tidak menemukan itu," ujar Nurcahyo. Ditegaskan lagi apakah tidak ada, Nurcahyo hanya mengangguk.
Masalah relatif sama yang diidentifikasi dalam penerbangan Denpasar-Jakarta dan Jakarta-Pangkalpinang adalah terkait naik-turun pesawat. Muncul warning pesawat akan mengalami stall atau kehilangan daya angkat.
Muncul warning stall di sisi pilot atau biasa disebut stick shaker. Sementara di sisi kopilot tidak muncul warning tersebut.
Pada ketinggian sekitar 400 kaki, pilot menyadari adanya peringatan kecepatan berubah-ubah atau indicated airspeed (IAS) disagree pada primary flight display (PFD).
Hidung pesawat PK-LQP mengalami penurunan secara otomatis. Karena penurunan otomatis itu, kopilot kemudian mengambil alih penerbangan secara manual. Pilot memutuskan untuk terus melanjutkan penerbangan sampai di Jakarta.
Masalah dan keputusan pilot Jakarta-Pangkalpinang
Pada saat terbang dari Jakarta ke Pangkalpinang, kopilot (second in command-SIC) sempat bertanya kepada petugas pemandu lalu lintas penerbangan (ATC) untuk memastikan ketinggian dan kecepatan pesawat yang ditampilkan di layar radar petugas ATC. Kopilot juga melapor mengalami flight control problem kepada petugas ATC.
Saat terbang, pilot dan kopilot menaikkan flaps pesawat. Flaps adalah sirip sayap pesawat, permukaan berengsel di tepi belakang sayap.
Ketika flaps dinaikkan, FDR merekam hidung pesawat otomatis turun (trim aircraft air nose down-trim AND). Pilot kemudian menaikkan hidung pesawat (trim aircraft air nose up-trim ANU).
Pilot disebutkan sempat mengatakan ke ATC 'return to base', namun belum sempat pesawat kembali ke bandara awal, pesawat dilaporkan jatuh di perairan Karawang. (dtc)