Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Ketua DPP Partai Hanura, Inas Nasrullah Zubir meminta TNI segera mengambil komando penanganan kasus penembakan 31 pekerja proyek Trans Papua. Menurut Inas, penanganan kasus tersebut bukan lagi domain polisi.
"Pembunuhan terhadap 31 orang pekerja oleh kelompok yang mengaku ingin memisahkan diri dari Indonesia bukan lagi tugas kepolisian, karena menyangkut keamanan negara, oleh karena itu TNI yang harus turun mengambil komando," kata Inas saat dimintai tanggapan, Jumat (7/12/2018).
Pernyataan serupa sebelumnya disampaikan anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra, Andre Rosiade. Ia meminta Presiden Jokowi segera memerintahkah Panglima TNI untuk menindak kelompok tersebut.
"Presiden minta Panglima TNI berikan tindakan, polisi suruh mundur dulu. Ini bukan kriminalitas, ini adalah separatis. Nah ini yang kita lihat masih rancu antara pihak kepolisian dengan pihak TNI. Ini berpulang lagi kepada ketegasan presiden," ujar Andre, Jumat (7/12).
Sebelumnya, kelompok Egianus Kogoya beralasan, serangan yang mereka lakukan terhadap para pekerja proyek Trans Papua karena ingin pisah dari Indonesia. Juru bicara kelompok yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), Sebby Sambom mengatakan, jauh sebelum penembakan mengerikan di Nduga tersebut, mereka telah memperingatkan agar pembangunan jalan Trans Papua tidak dilanjutkan.
"Jadi di Yigi itu bukan pembantaian, bukan eksekusi mati seperti yang dikatakan TNI-Polri. Itu penyerangan," kata juru bicara TPNPB Sebby Sambom saat dihubungi, Kamis (6/12/2018).
Jokowi juga sempat menceritakan pengalamannya mengunjungi Kabupaten Nduga, Papua, dua tahun lalu. Jokowi saat itu mendapat laporan terkait keamanan di Nduga.
"Tahun 2016 saya ke Kabupaten Nduga. Karena nggak ada jalan, harus empat hari jalan kaki. Saya pakai heli ke sana. Oleh Kapolri, oleh KaBIN, oleh Panglima TNI tidak diperbolehkan. 'Pak, Bapak jangan ke sana, daerah ini memang masih kondisi yang perlu pendekatan'," kata Jokowi saat menerima peserta konferensi mahasiswa nasional di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (7/12).
Jokowi mengatakan pada awalnya dia tidak diperbolehkan mengunjungi Nduga. Namun ia ngotot demi bertemu dengan masyarakat sekitar dan melihat kondisi geografis Nduga yang menjadi tempat proyek Trans Papua.
"Saya sampaikan saat itu, 'Nggak, saya mau ke Nduga, naik heli ke sana, dua hari lagi mau ke sana'. Pertama nggak boleh setelah saya sampaikan, saya perintahkan 'Pokoknya saya dua hari lagi mau ke sana, urusan keamanan, urusanmu, urusanmu, urusanmu'," ujarnya. (dtc)