Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Keputusan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi tentang pembagian annual fee dari PT Inalum atas pemakaian air Danau Toba kepada 33 kabupaten/kota terus menimbulkan kecaman. Gubernur dinilai tidak memprioritaskan daerah yang persis berada di pinggiran atau kawasan Danau Toba. Beberapa wilayah yang tak ada persentuhannya sama sekali dengan danau hasil ledakan gunung api itu malah mendapatkan porsi pembagian lebih besar.
Dalam hal ini gubernur dinilai tidak pakai akal sehat. Jika terjadi sesuatu di perairan Danau Toba yang lebih dulu terdampak adalah seluruh daerah yang ada di sekitarnya. Seperti, Samosir, Tobasa, Tapanuli Utara, Dairi, Karo atau Simalungun. Bukan Nias, Mandailing Natal, Langkat atau yang lainnya.
"Betul-betul tidak bisa diterima akal sehat keputusan Gubernur Sumut tentang pembagian annual fee PT Inalum. Bagaimana dasar perhitungannya, rasanya aneh," kata Ketua Posko Perjuangan Rakyat (POSPERA) Sumut, Liston Hutajulu, menjawab medanbisnisdaily.com, Minggu (16/12/2018).
Bagaimanapun, kata Liston yang juga anggota Komisi B DPRD Tobasa, annual fee yang didapatkan Pemerintah Samosir dan kabupaten lainnya di pinggiran Danau Toba pasti akan digunakan guna menjaga kelestariannya. Tidak mungkin wilayah lain yang letaknya lebih jauh yang melakukan. Oleh sebab itu seharusnya annual fee yang bersumber dari pajak air permukaan umum lebih besar didapatkan Pemkab Samosir.
"Pospera Sumut sangat mendukung upaya protes yang dilakukan Bupati Samosir Rapidin Simbolon. Sebagai bentuk dukungan, kami juga akan menyurati Gubernur untuk mempertanyakan cara penghitungannya," tegas Liston.
Hal lain yang menjadi keberatan Liston yang merupakan anggota Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia terhadap Edy adalah tentang gaya kepemimpinannya yang cenderung arogan dan berciri militer. Sebagai kepala daerah seharusnya Edy move on, tidak memperlakukan rakyat seperti serdadu. Untuk itu pendekatan yang digunakan adalah yang bersifat persuasif.
"Kalau Edy Rahmayadi masih memimpin dengan gaya militer, mungkin lebih cocok kalau dia memimpin PSSI saja, bukan memimpin rakyat biasa," terang Liston.