Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Agung Wijaya namanya. Dia seorang chef yang tanggal 15 Desember ini genap satu tahun dirinya berkarier di tanah Sumatera, tepatnya di Hotel Grand Mercure Medan Angkasa. Banyak pengetahuan dan pengalaman yang dibaginya ketika medanbisnisdaily.com menemuinya di Orchid Restaurant, beberapa waktu lalu. Setiap kota yang dijejakinya selalu memberikan kesan khas, tak terkecuali Medan.
Walaupun berprofesi sebagai seorang chef, Agung mengaku memiliki background jurusan pariwisata di Sekolah Menengah Kejuruan Widia Pura yang sekarang berubah nama menjadi SMK Harapan di Denpasar. Dia kemudian melanjutkan sekolahnya ke jenjang D3 jurusan perhotelan. SMK mewajibkan siswanya untuk praktik kerja lapangan, saat itu dia mengajukan untuk PKL namun yang tersedia laundry dan kitchen (dapur). Dia memilih di kitchen.
Sedangkan kariernya berawal di Hotel Bali Garden dengan status kasual sebagai cook. Peristiwa bom Bali membuat kontrak kerjanya diputus. Dia sempat menjadi menganggur dan menjadi pengantar surat tagihan rekening listrik. Tak lama kemudian dia ke Jogjakarta dan bekerja di Mercure Jogja pada tahun 2004. Selama 4 tahun di Jogjakarta, dia pindah ke Novotel di Semarang. Dia bekerja di hotel yang berada di ibukota Jawa Tengah tersebut selama 3 tahun. Sempat pindah ke Banjarmasin selama 3 tahun kemudian ke Novotel Surabaya selama 8 bulan dan terakhir di Hotel Grand Mercure Medan Angkasa sejak 15 Desember 2017.
Dari perjalanan kariernya selama ini, dia jatuh cinta pada dunia masak memasak saat di Bali Garden. Saat itu dia disuruh oleh chef-nya untuk memotong dan mengupas bawang putih, bawang Bombay dan kentang. Ketiganya pula merupakan 'teman sejatinya' selama 3 bulanan. Saat itu dia menghandle Employee Dining Room (EDR) atau kantin. Sekitar 6 bulan kemudian dia pindah ke bagian banquet selama 6 bulan dengan shift malam.
Namun dia baru memasak sebagai seorang chef secara profesional ketika bekerja di Mercure Jogjakarta. Banyak proses yang harus dilewatinya untuk menjadi seperti sekarang. Menjadi chef, memiliki tanggung jawab dari seorang cook. Menurutnya, di kitchen seorang cook lebih konsen kepada proses memasak. Sedangkan chef, tanggung jawabnya lebih banyak. Seorang chef harus membuat planning dan membuat kalender kuliner. Membuat promo weekly maupun monthly. "Misalnya Februari misalnya kan valentine. Maka ada promo yang sesuai. Kita juga membuat menu ala carte," katanya.
Dijelaskannya, terdapat dua kategori chef, taki chef profesional dan chef artis. Seorang chef profesional harus standbye sepanjang waktu dan memulai pekerjaan dari nol. Sedangkan chef artis, memasak ketika akan perform. Chef Juna, kata dia, adalah seorang chef artist, berbeda dengan dirinya yang seorang chef profesional. "Chef Juna, dia chef artist. Kalau mereka kan mix and plus, maksudnya mereka semua sudah diprepare lalu dimasak. Sedangkan chef profesional, dari nol. Mulai dari kupas bawang putih lalu di-slice (diiris), ditambahin ini itu lalu masak. Selain itu, chef profesional itu kan jasa atau service, sedangkan mereka itu masak ketika perform," katanya.
Berbicara soal rasa, menurutnya setiap daerah memiliki perbedaan karakter. Bali misalnya, kuat dengan rempah kunir sedangkan Medan kuat dengan rempah. Kalau, Jogjakarta lebih cenderung manis gula. Semarang dan Surabaya sama, pedas. Banjarmasin manis kecap. "Lalu di sini ada andaliman. Tempat lain tidak ada. Ini khas. Kapulaga, di Banjarmasn bentuknya lancip dan rasanya lebih strong," katanya.
Chef mengaku tak memiliki ambisi menjadi seorang general manager di sebuah hotel. Agung lebih berambisi untuk menjadi owner (pemilik). Dia pun memiliki motto hidup, tak akan berhenti karena lelah, tapi akan berhenti ketika selesai.