Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Mengingat banyaknya jumlah warga binaan yang berada di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) yang ada di Provinsi Sumatera Utara (Sumut), waktu 3 hari yang menjadi program jemput bola perekaman e-KTP yang dicanangkan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil mulai 17 - 19 Januari 2019 tidaklah cukup. Maka dari itu program perekaman warga binaan diperpajang.
Kepala Disdukcapil Sumut, Ismael P Sinaga, mengatakan, berdasarkan data yang diterima dari Kanwil Kemenkumham Sumut, jumlah seluruh warga binaan yang ada di lapas dan rutan mencapai 28.000 jiwa. Namun, hanya 5.000 orang yang baru masuk daftar pemilih tetap (DPT).
"Ada 23.000 warga binaan yang harus difasilitasi perekaman e-KTP agar bisa mendapat hak pilih di Pemilu 2019. Waktu 3 hari untuk perekaman tidak cukup, maka diputuskan program ini diperpanjang hingga 14 Februari," kata Ismael, di Medan, Sabtu (19/1/2019).
Memperpajang proses perekaman e-KTP warga binaan, dikatakan Ismael merupakan komitmen mereka agar tingkat partisipasi pemilih khususnya warga binaan di Pemilu serentak 2019 bisa meningkat.
"Jadi sangat kita sesali ada pernyataan yang menyebut proses perekaman e-KTP warga binaan tidak serius dan cenderung kegiatan seremonial," ungkapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara, Abyadi Siregar menilai program Gerakan Nasional Jemput Bola Serentak KTP Elektronik di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan) di Kota Medan, tidak serius dan cenderung hanya seremoni belaka.
Sebab, proses perekaman yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Medan itu, ternyata tidak tuntas sehingga masih banyak warga binaan yang belum dilakukan perekaman.
Dia mencontohkan, di Rutan Labuhan Deli misalnya, Ombudsman menemukan bahwa dari program jemput bola di Rutan tersebut pada 27 Desember 2018 lalu, baru 40 orang warga binaan yang dilakukan perekaman. Padahal ketika itu, dilaporkan terdapat sekitar 900 warga Medan yang harus dilakukan pengambilan data perekaman.
“Sudah 21 hari sejak perekaman dilakukan pada 27 Desember 2018, ternyata hanya 40 orang yang direkam dari 900 orang total warga binaan yang harus mengikuti perekaman. Lalu yang lain bagaimana? Kenapa tidak direkam terus sampai selesai? Jadi seolah-olah ini dikerjakan hanya sekadar membuat pencitraan saja. Untuk laporan ke pusat selesai. Padahal nyatanya masih terbengkalai. Masih banyak yang belum dilakukan perekaman,” kata Abyadi.