Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Huawei tampak mulai merasakan tekanan berat dari Amerika Serikat dan sekutunya. Apakah dengan demikian kelangsungan perusahaan asal China tersebut terancam bahaya?
Pendiri dan CEO Huawei Ren Zhengfei sudah memperingatkan kondisi sulit yang mereka hadapi, bahkan kemungkinan ada PHK. "Beberapa tahun ke depan, situasi secara keseluruhan mungkin takkan secerah yang dibayangkan, kami harus menyiapkan diri untuk masa sulit," tulisnya di email ke para karyawan Huawei.
Dimotori Amerika Serikat dan sekutunya, Huawei dicekal menggelar layanan 5G di beberapa negara karena dianggap alat spionase pemerintah China. Kemudian Chief Financial Officer Huawei, Meng Wanzhou, terancam diekstradisi ke AS terkait pelanggaran hukum perdagangan dengan Iran.
Tapi Huawei diprediksi akan tetap bertahan. Masih amat banyak negara yang ingin memakai teknologi 5G buatannya, yang terbaru adalah Portugal. Di Inggris, operator O2, EE dan Vodafone tetap menggelar uji coba layanan 5G menggunakan perangkat Huawei.
"Analis yakin banyak yang akan mengikuti langkah itu. Banyak operator di Eropa di mana Huawei punya pangsa pasar 40%, pada dasarnya membenamkan generasi baru BTS 5G ke infrastruktur yang sudah ada. Itu menguntungkan Huawei karena mereka banyak membuat infrastruktur existing itu," tulis Louise Lucas, kolumnis Financial Times.
Kemudian, kontribusi AS pada pendapatan Huawei sebenarnya tak terlampau tinggi. Mereka memperoleh banyak uang dari para klien yang tersebar di Asia, Afrika dan Amerika Latin.
Meskipun bisnis infrastrukur terganggu, Huawei masih bisa mengandalkan bisnis smartphone yang kini makin moncer. Bersama sub brand Honor, Huawei adalah vendor ponsel terbesar kedua dunia, hanya kalah dari Samsung.
Huawei juga mendapat pinjaman dana besar dari negara untuk mendukung bisnisnya. Namun demikian, AS memang masih punya kartu AS. Sebagian teknologi Huawei, khususnya di smartphone, dipasok oleh vendor dari negeri Paman Sam seperti Google atau Qualcomm.
Jika AS memutuskan untuk melarang Huawei memakai teknologi negaranya, nasib mereka bisa cukup runyam. Hal itu pernah dialami ZTE sehingga hampir saja kolaps. Tapi Ren Zhengfei sudah menyatakan rasa optimisme takkan bernasib seperti ZTE.
"Kami akan memproduksi produk alternatif sendiri. Yang tidak terkait dengan kepentingan Amerika Serikat," ujar Ren saat wawancara dengan media Jepang. Huawei saat ini memang telah mengucurkan dana miliaran dolar untuk program riset dan pengembangan (research and development/R&D) lewat divisi HiSilicon Technologies.(dtn)