Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Gubernur Sumatra Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis kepada PT Aquafarm Nusantara. Perusahaan asing yang bergerak dalam bisnis budi daya ikan nila kerambah jaring apung (KJA) di Danau Toba tersebut terbukti melakukan pelanggaran ketentuan yang ada dalam operasionalnya.
"Aquafarm terbukti melakukan pelanggaran dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Dan surat teguran tertulis tertanggal 1 Februari 2019 itu telah dikirimkan ke pihak Aquafarm," kata Kadis Lingkungan Hidup Pemprov Sumut, Binsar Situmorang kepada wartawan, di Medan, Minggu (3/2/2019) malam.
Binsar mengatakan, pelanggaran-pelanggaran ditemukan setelah Tim Dinas LH melakukan investigasi atas kejadian pencemaran dan kerusakan akibat ikan mati di perairan Danau Toba oleh Aquafarm.
Lebih lanjut Binsar menyebutkan, Aquafarm melakukan tiga pelanggaran. Pertama, dari sisi kapasitas produksi. Aquafarm ternyata memproduksi ikan di luar kapasitas yang diizinkan berdasarkan Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (DPPL).
"Harusnya izin kapasitas produksi 26.464.500 ekor atau 26.464,500 ton per tahun, namun kenyataannya 27.454.400 atau 27.454,400 ton per tahun. Dalam hal ini ada kelebihan 1.000.000 ekor atau 1.000 ton. Temuan ini berdasarkan Laporan Semester 1 Aquafarm ke Dinas LH Sumut," sebut Binsar.
Pelanggaran kedua dari sisi daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba. Sesuai dengan diktum keempat keputusan Gubernur Sumut Nomor 660/4223/Tahun 2009 juga dinyatakan, apabila ternyata daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba tidak dapat lagi menerima dampak kegiatan KJA maka dokumen lingkungan PT Aquafarm harus ditinjau.
"Pada diktum ketiga Keputusan Gubernur Sumut Nomor:188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Dukung Perairan Danau Toba terhadap Kegiatan KJA menyatakan bahwa daya dukung maksimum Danau Toba untuk budidaya perikanan adalah 10.000 ton ikan per tahun. Artinya sudah melampuai banyak kapasitas. Sampai saat ini Aquafarm belum merevisi dokumennya. Sementara diktum itu sudah sering disosialisasikan," katanya.
Pelanggaran lainnya ialah pada unit kegiatan pembenihan ikan, pengelolaan ikan, pabrik pakan ikan di Kabupaten Serdang Bedagai. Berdasarkan hasil pengawasan bersama antara UPT Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan serta Kehutanan KLHK dan DLH ditemukan Aquafarm juga tidak mengelola limbah cairnya di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
"Mereka langsung menyalurkannya ke badan air sehingga dapat diperkirakan limbah cair yang dibuang ke badan air belum memenuhi baku mutu lingkungan. Dan ini bertentangan dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 tepatnha Pasal 20 Ayat 3," ucapnya.
Atas dasar pelanggaran tersebut, sebenarnya dikatakan Binsar bahwa Aquafarm sudah layak mendapatkan sanksi adminstratif. Hal ini sesuai dengan Pasal 76 Ayat 1 dan 2 UU 32/2009 tersebut. Sanksinya itu teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuaan izin lingkungan dan pencabutan izin lingkungan.
"Atas dasar itu berdasarkan amanat Pak Gubsu maka Pemprovsu memberikan sanksi berupa teguran tertulis kepada PT Aquafarm Nusantara sejak kita tetapkan Jumat, 1 Februari 2019 lalu," katanya.
Dalam teguran tertulis itu, Aquafarm diminta merevisi dan melaksanakan dokumen pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk masing-masing unit kegiatan di Serdang Bedagai dan kawasan Danau Toba.
"Kita minta mereka menyesuaikannya dengan kapasitas daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba selambat-lambatnya 180 hari kalender sejak diterimanya surat teguran," ucapnya.
Selanjutnya mereka juga diminta mengolah air limbah pada semua unit kegiatan di IPAL sampai memenuhi baku mutu yang dipersyarakatkan selambat-lambatnya 18 hari setelah teguran tersebut.
"Dan terakhir mereka harus tetap melaksanakan seluruh komitmen pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku," katanya.