Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Pro dan kontra, khususnya di kalangan warga HKBP terjadi dengan keputusan mantan Ephorus (Emeritus) HKBP, Pendeta Willem Tumpal Pandapotan (WTP) terjun ke dunia politik praktis menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Pemilu 2019. Bagi yang kontra, sebagai pimpinan jemaat/gereja, mantan Ketua PGI Wilayah Sumut itu harus tetap konsisten bekerja di ladang Tuhan. Karena masih banyak hal yang perlu dibenahi. Dunia politik kejam dan hanya berorientasi mengejar materi dan kekuasaan.
Sementara, bagi yang pro, dengan terjun ke dunia politik, keberadaan WTP Simarmata nantinya bisa 'menggarami' para politisi. Bekerja di ladang Tuhan tidak hanya bisa dilakukan di lingkungan gereja dan jemaat, tetapi seluruh bidang aktivitas kehidupan, termasuk di sistem kekuasaan.
Dilahirkan dari seorang ayah yang berprofesi sebagai guru dan ibu petani bawang, WTP Simarmata di masa kecilnya hidup jauh dari berkecukupan. Di Simarmata, salah satu daerah di Kabupaten Samosir, dia dilahirkan persis pada perayaan hari kemerdekaan Amerika Serikat, 4 Juli 1954.
Di masa sekolahnya di kampung halaman, dia arus menempuh jarak 14 KM agar tiba di Pangururan tempatnya bersekolah. Pulang pergi jadi 28 KM. Berjalan kaki.
Makanan sisa setelah makan malam, tak jarang jadi santapan baginya kala sarapan pagi. Oleh oppungnya (nenek), periuk yang berisi nasi sisa ditempatkan di atas dua buah kursi dengan ditopang kayu. Di bawahnya ditempatkan lampu semprong sehingga berfungsi sebagai pemanas nasi.
Jelang berangkat sekolah, nasi sisa pun dilahap WTP. Dihabiskan bersama air perendam nasi. Hingga kemudian dia menempuh studi di Sekolah Tinggi Teologia HKBP di Pematang Siantar.
Banyak jabatan kemudian dipercayakan ke pundak WTP untuk diemban setelah dia resmi berstatus pendeta. Sampai pada puncaknya memimpin gereja terbesar di Asia Tenggara, yakni Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Sebagai Ephorus.
Di dunia internasional, hingga hari ini dua lembaga gereja dipimpinnya. Christian Conference of Asia yang berbasis di Chiangmai (Thailand) dengan jumlah anggota sebanyak 122 gereja dan satu lainnya beranggotakan 38 gereja dari Asia, Eropa dan Afrika.
Sebenarnya, sudah sejak puluhan tahun lalu pendeta (pimpinan) HKBP terjun ke dunia politik. Misalnya sebagai anggota Majelis Permusyawaratan dari utusan daerah pada masa orde baru.
Sejalan dengan itu, kemudian HKBP dipercaya menjadi penyedia pendeta yang ditempatkan di berbagai lembaga negara. Misalnya di TNI AL, AU dan AD.
Dari gereja lainnya, terangnya, juga terdapat pendeta yang saat itu terjun ke dunia politik. Salah satunya pendeta BNKP (Nias) Ferdinan Lumban Tobing yang sempat menjabat sebagai Gubernur Sumatra Utara.
"Tapi sayangnya orang Batak tidak kompak. Malah saling memburukkan. Kenapa harus dia, kenapa bukan aku," ujar WTP saat sosialisasi tentang dirinya sebagai calon anggota DPD-RI, di salah satu wisma di kawasan Jalan Pancing, Medan, Rabu (6/3/2019), yang dihadiri dihadiri ratusan warga Batak.
Karena situasi saling "menjatuhkan" itu, tak ada lagi "wakil" HKBP menduduki jabatan politik di Indonesia. Itu sebabnya nama-nama anggota DPR RI, seperti Maruarar Sirait, Effendy Sianipar dan Syukur Nababan, mencalonkan diri bukan dari Sumatra Utara. Tetapi dari luar, seperti dari Jawa Barat dan Jawa Timur.
WTP mencontohkan Provinsi Kalimantan Tengah yang warga etnis Dayak-nya cukup kompak. Mulai dari jabatan gubernur, DPR dan DPD RI harus ada dari "orang mereka" yang duduk. Di antaranya Teras Narang, jadi gubernur.
Danau Toba yang oleh pemerintah pusat dijadikan sebagai kawasan strategis pariwisata nasional, adalah salah satu yang hendak diperjuangkan WTP jika kelak terpilih jadi anggota DPD. Katanya, seharusnya orang Sumut yang memimpin badan otorita Danau Toba, bukan dari "luar".
Harga produk pertanian yang tidak pernah menguntungkan petani adalah persoalan lain yang jadi concern-nya. Kaum disabilitas dan sebagainya, juga akan ikut diperjuangkan.
Itulah sebabnya, dia kemudian memutuskan terjun ke dunia politik, ikut bertarung memperebutkan satu dari kuota empat kursi anggota DPD RI. Dari daerah pemilihan Sumatra Utara dengan nomor urut 38 .
"Sesungguhnya jelang akhir masa tugas sebagai pendeta, saya ingin menuliskan sejarah perjalanan hidup saya. Tapi ternyata ada yang masih harus ditunggu sampai saya selesai jadi anggota DPD," katanya yakin.