Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional, Amien Rais akan menggalang people power jika terjadi kecurangan di Pemilu 2019, Ketua Jaringan Amar Ma'ruf Sumatera Utara (JAMSU) Muhammad Ikhyar Velayati Harahap menilai pernyataan mantan Ketua MPR-RI itu mirip dengan yang pernah dilakukan Partai Komunis Pilipina (CPP). Untuk menjatuhkan Presiden Marcos tahun 1986, CPP menggunakan isu kecurangan pemilu.
Ujar Ikhyar, saat ini tidak ada landasan objektif bagi Amien Rais merancang gerakan people power. Oleh karenanya upaya itu tidak akan membuahkan hasil. Keberhasilan people power di Pilipina tahun 1986 karena terpenuhinya syarat objektif.
"Oleh Marcos saat itu Pilipina dipimpin dengan metode tiran dan diktator. Ruang demokrasi dan ekspresi kebebasan ditutup, akibat pemberlakuan kebijakan martial law Marcos berkonflik dengan gereja Katolik. Terjadi pelanggaran HAM berat di mana korbannya banyak berasal dari gereja," papar Ikhyar yang juga Ketua Forum Aktivis '98 Sumatera Utara dalam penjelasannya kepada medanbisnisdaily.com, Senin (1/4/2019).
Di era pemerintahan Marcos, praktik kolusi, korupsi dan nepotisme sangat massif. Aset-aset ekonomi dikuasai klan pihak yang berkuasa. Akibatnya, kemarahan rakyat memuncak. Satu-satunya agar terjadi perubahan ekonomi dan politik adalah lewat suksesi pemilu. Namun terjadi kecurangan. Itulah kemudian yang menjadi landasan ekonomi dan politik terjadinya people power di Pilipina. Sama seperti yang pernah terjadi di era rezim Soeharto di Indonesia.
Lebih jauh dijelaskan Ikhyar, kondisi objektif dan subjektif di Indonesia tidak mendukung keinginan Amien Rais menggerakkan people power. Kekuatan ormas, kelas menengah dan kelompok-kelompok pro-demokrasi justru berpihak pada petahana.
Misalnya, Nahdlatul Ulama, Majelis Ulama Indonesia atau jaringan pesantren. Kelas menengah yang lahir dari rahim reformasi mayoritas mendukung Jokowi-Ma'ruf, sebab Prabowo dituduh merepresentasikan kekuatan lama.
Faktor tambahan lain, terangnya, yakni adanya tokoh sentral yang menjadi panutan dan diikuti massa rakyat, seperti Kardinal Sin di Pilipina, tidak ada. Habib Rizieq (Ketua Front Pembela Islam), justru tengah bermasalah secara hukum akibat tuduhan kasus asusila dan melarikan diri ke luar negeri. Amien Rais yang mencoba mengambil alih tokoh sentral tidak populer di kalangan massa Islam dan mendapat penolakan dari kalangan pro-demokrasi.
"Jadi inti dari pernyataan Amien Rais yang ingin menggalang kekuatan people power jika pasangan 02 kalah di Pemilu 2019 merupakan bentuk pengakuannya terhadap kekalahan Prabowo-Sandi di Pilpres nanti," tegas Ikhyar.
"Hal itu merupakan imajinasi liar atau onani politik Amin Rais yang terobsesi besar meraih kekuasaan. Namun hingga kini tidak pernah mendapat kepercayaan dari rakyat," sambungnya.