Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD bicara soal potensi kecurangan Pemilu. Dia mengatakan mungkin saja terjadi kecurangan yang sifatnya sporadis dan tidak terstruktur.
"Hal-hal yang masih mungkin terjadi adalah terjadinya kecurangan kecurangan yang bersifat sporadis bukan terstruktur. Selama ini kecurangan itu selalu ada tapi sporadis bukan terstruktur dikendalikan oleh pusat, (bukan) dikendalikan oleh KPU di tingkat daerah, tapi sporadis, itu pasti terjadi," kata Mahfud MD, di KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Rabu (10/4/2019).
Dia mengatakan potensi kecurangan itu bersifat silang dilakukan oleh oknum di lapangan. Mahfud menyatakan kecurangan itu bisa saja dilakukan oleh oknum dari berbagai parpol.
"Yang dilakukan oleh oknum-oknum pemain lapangan di tingkat bawah yang sifatnya silang. Jadi kecurangan itu terjadi tapi sifatnya silang artinya dilakukan oleh semua oknum berbagai parpol-parpol," ucap Mahfud.
Mahfud lalu menceritakan pengalamannya sebagai Ketua MK. Saat itu, dia mengatakan ada kecurangan dalam bentuk politik uang yang dilakukan oknum.
"Jadi parpol nih semua horizontal sekarang ini kalau curang atau orang-orang bayarannya dalam bentuk politik uang, pemalsuan atau penyalahgunaan dokumen, perampasan kardus suara, pemborongan kardus suara dari 1 RT, itu diambil oleh 1 orang suruh diam diam dibayar tapi yang yang nyoblos orang tertentu. Itu biasanya masih ada di dalam pengalaman saya sebagai hakim MK," kata Mahfud.
"Kasus-kasus seperti ini bisa saja terjadi tetapi sifatnya horizontal oleh pemain-pemain yang silang kontestan, tidak hanya oleh bayaran atau orang-orang dari 1 parpol. Bukan bersifat vertikal tidak dikendalikan dari kekuatan misalnya parpol ini, misalnya KPU, misalnya polisi, misalnya presiden, nggak bisa. Itu silang aja selama ini yang terbukti," imbuhnya.
Ia meminta KPU dan Bawaslu mengantisipasi potensi kecurangan tersebut. Selain itu dia mengimbau setiap ada sengketa Pemilu dibawa ke MK, bukan ke pengadilan internasional.
"Nah, untuk memaksimalkan pelaksanaan pemilu yang fair dan bermartabat, hal-hal yang seperti itu tetap harus diantisipasi oleh KPU, diawasi oleh Bawaslu dan penegak hukum dan diselesaikan sesuai hukum yang berlaku, baik melalui sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi maupun melalui Peradilan Pidana dan berbagai mekanisme lain yang tersedia," ujarnya.
"Jadi tidak ada mekanisme hukum yang memungkinkan orang mengadu ke peradilan internasional atau ke PBB itu tidak ada," imbuhnya. dcn