Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pilpres 2019 hanya diikuti dua kandidat yaitu Jokowi Widodo-Ma'ruf Amin Vs Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Oleh sebab itu, pemenangnya adalah peraih suara terbanyak.
"Apabila hanya ada 2 pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dalam Pemilu 2019 ini maka menurut Putusan MK nomor 50/PUU-XII/2014 tidak berlaku syarat terkait sebaran suara di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dengan demikian pasangan capres dan cawapres yang memperoleh suara terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres berlaku satu putaran)," kata ahli hukum tata negara, Dr Bayu Dwi Anggono, kepada wartawan, Sabtu (20/4/2019).
Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 berbunyi:
(i) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum; dan
(ii) dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.
"Selanjutnya dalam hal pasangan Capres dan Cawapres tidak ada yang memenuhi ketentuan Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 maka sesuai Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 berlaku putaran kedua," ujar Direktur Puskapsi Universitas Jember itu.
Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 menyatakan:
Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
"Dengan demikian jika masih ada yang menyatakan bahwa dalam Pemilu 2019 ini perolehan suara terbanyak salah satu pasangan capres dan cawapres tidak otomatis memenangkan Pilpres jika tidak dibarengi dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia adalah pernyataan yang tidak berdasarkan hukum dan hanya sekedar ingin mengacaukan pemahaman publik. Perlu diingat putusan MK adalah final dan mengikat dimana MK lah lembaga yang diberikan kewenangan untuk menafsirkan konstitusi dan tafsirnya bersifat mengikat," pungkas Bayu.(dtc)