Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Oleh: Gunawan Benjamin*
Pemilu Serentak 2019 telah kita lewati dengan damai dan aman. Pasca pemilihan kemarin pasar keuangan kita langsung diserbu banyaknya dana asing ke pasar keuangan kita. Di pasar saham tercatat sehari setelah pemilihan, asing membukukan beli bersih sebanyak lebih kurang Rp 1,4 triliunyang sangat signifikan sebenarnya. Respon dari proses pemilihan yang berjalan damai tersebut menjadi pemicu maraknya aksi beli asing di pasar keuangan kita.
Tidak hanya IHSG, mata uang Rupiah juga mengalami penguatan, bahkan sempat di bawah 14.000 per dolar AS. Tercatat bahwa Rupiah sempat diperdagangkan di kisaran 13.960 per dolar AS. Kinerja mata uang Rupiah yang membaik tersebut disinyalir juga dikarenakan keberhasilan bangsa ini menggelar hajatan pemilihan yang terbesar di dunia.
Penulis terus mengamati perkembangan pasar keuangan yang sangat erat kaitannya dengan proses pemilihan umum sebelumnya. Terlebih dalam pemilihan tersebut ada pemilihan presiden langsung atau Pilpres yang menjadi kunci utama tolak ukur pemilihan umum di Indonesia. Dikarenakan oleh fokus masyarakat yang lebih tertuju kepada Pilpres dibandingkan dengan pemilihan lainnya seperti anggota legislatif.
Sayang, pekan kemarin kita banyak memasuki hari libur. Setelah pemilihan kita hanya diberikan satu hari kerja efektif. Di hari Jumat ada perayaan keagamaan dan hari Sabtu banyak perusahaan yang libur. Terlebih pasar keuangan kita yang juga libur. Sehingga mengukur kinerja pasar keuangan nasional pasca pemilihan menjadi tidak begitu “sempurna”.
Akan tetapi ada suatu hal yang menarik pasca pemilihan tersebut. Terlebih dalam menyikapi hasil hitung cepat atau quick count. Pada dasarnya hitung cepat ini menjadi suatu hal yang lazim bagi bangsa ini dalam setiap pemilihan. Akurasi datanya sangat tinggi dalam mengukur kemenangan salah satu kandidat. Terlebih jika hasil hitung cepat itu tadi dilakukan oleh lembaga survei yang kredibel.
Historikal data quick count dari masa ke masa juga menunjukan bahwa mereka sangat akurat dalam mengukur hasil pemilihan itu sendiri, dan bisa dipertanggungjawabkan. Terbukti sejumlah lembaga survei juga berani buka-bukaan terkait dengan validitas data yang mereka tampilkan. Sehingga hitung cepat ini pada dasarnya hanya merupakan ilmu pengetahuan. Teknis pengambilan sampel atau mungkin metodenya saja yang berbeda.
Namun, para pemilih atau pengikut salah satu pasangan calon ini yang opininya digiring sehingga memicu keresahan masyarakat. Memang sebaiknya dua kubu ini sama-sama menahan diri untuk tidak mendeklarasikan kemenangan absolut sebelum akhirnya KPU memutuskan siapa pemenangnya mengacu kepada hitungan sebenarnya atau real count.
Tetapi, yang muncul adalah keresahan baru di tengah masyarakat. Yang memicu Kapolri beserta Panglima TNI akhirnya buka suara. Sebenarnya pernyataan kedua pejabat tinggi tersebut tidak dibutuhkan jika semua masyarakat dewasa menanggapi hasil perhitungan cepat tersebut. Yang namanya kompetisi pasti ada yang kalah dan ada yang menang.
Sikap sportif masing-masing kedua belah pihak akan menciptakan sebuah kedamaian yang tidak akan merusak tatanan kehidupan bermasyarakat. Dan semuanya ini harus dimulai dari para elitnya, sehingga yang di bawah nantinya bisa mengikuti. Pada saat ikut dalam suatu kompetisi, sudah seharusnya masing-masing pihak mampu menerima apapun hasilnya.
Bukan justru sebaliknya, saling mengklaim dan bahkan cenderung menunjukan arogansinya sendiri. Kalau ditemukan bentuk kecurangan atau kelalaian, mekanismenya sudah ada. Jadi jangan saling mengklaim kemenangan terlebih tanpa ada landasan yang bisa dipertanggung jawabkan terkait dengan klaim sepihak tersebut.
Nah, apa kaitannya dengan iklim investasi terkait dengan pemilihan itu sendiri?. Keberhasilan dalam proses pemilihan umum itu membentuk sikap optimis investor yang ingin berinvestasi di tanah air. Dan investor yang paling cepat merespon itu adalah investor yang ada di pasar keuangan. Karena mereka bisa saja melakukan hit and run, tanpa harus berhadapan dengan urusan birokrasi seperti halnya investor di sektor rill.
Jadi karena investor di pasar keuangan yang paling mudah dalam memberikan respon. Maka Rupiah dan IHSG menjadi pintu masuknya. Artinya kinerja mata uang Rupiah dan IHSG menjadi tolak ukur seberapa besar minat investor masuk ke pasar keuangan kita dengan mempertimbangkan banyak hal seperti salah satunya adalah ajang pemilihan umum.
Termasuk gesekan yang muncul setelah pemilihan kemarin. Di mana banyak bertebaran berita hoaks, gerakan menulis tagar, hingga ada arahan yang cenderung sifatnya provokatif. Bahkan Pak SBY juga mengeluarkan pernyataan agar masyarakat untuk tidak ikut dalam gerakan yang sifatnya inkonstitusional.
Tentunya investor menjadi bertanya, ini ada apa? Proses pemilihan yang sudah berlangsung aman kemarin seharusnya menjadi titik pemberhentian perdebatan terakhir. Setidaknya hingga 5 tahun ke depan. Yang dibutuhkan investor itu bukan siapa yang menang, tetapi bagaimana prosesnya itu berjalan. Membentuk terciptanya iklim investasi yang positif atau justru sebaliknya.
Jika investor tidak mendapatkan jawaban tersebut, maka investor juga butuh diyakinkan. Salah satunya adalah bentuk pernyataan ataupun sikap serius untuk memerangi isu-isu yang berkembang dan menyesatkan belakangan ini. Oleh karena itu dibutuhkan pernyataan dari Panglima TNI maupun dari Kapolri untuk menentramkan pasar.
Dan yang tak kalah penting adalah ada upaya signifikan dalam meredam gesekan maupun gejolak yang terjadi di tengah masyarakat. Kedewasaan masyarakat menjadi kunci keberhasilannya. Pada hari ini (sesi 1 perdagangan 22 April 2019), mata uang Rupiah dan IHSG mengalami pelemahan yang signifikan. Sudah seharusnya kita mencermati dan menganalisa fenomena tersebut.
Dan sudah semestinya kita mengedepankan persatuan dibandingkan hanya perbedaan. Terlebih perbedaan terkait dengan pemilihan kemarin. Karena sikap kita ini yang akan membentuk masa depan kita sendiri. Karena siapapun kita, sudah barang pasti kita membutuhkan stabilitas keamanan dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari. Jadi, jangan dirusak hanya karena beda pilihan.
*Pengamat Ekonomi, Alumni UGM Yogyakarta, Bekerja sebagai dosen dan analis di salah satu perusahaan sekuritas di Kota Medan.