Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Cukup "surprise" Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi mengeluarkan pernyataan empat bulan ke depan akan mengundurkan diri dari jabatannya jika rakyat tidak mendukung. Ucapan tersebut disampaikannya kemarin (29/4/2019) ketika menghadiri acara Persatuan Wartawan Indonesia Sumut.
Menanggapi perkataan itu, pegiat demokrasi dan HAM Kristian Redison Simarmata menyatakan Edy hanya "koyok-koyok" saja. Sama seperti ketika dia merespon sikap Bupati Mandailing Natal Dahlan Hasan Nasution yang hendak mengundurkan diri dari jabatannya karena gagal memenangkan pasangan capres Jokowi-Ma'ruf Amin di wilayah yang dipimpinnya.
Mencermati kepemimpinan Edy sebagai Gubernur Sumut yang sudah memasuki usia delapan bulan, papar Kristian, mantan Pangkostrad itu belum ada melakukan progres apapun. Seperti, pembangunan infrastruktur atau menciptakan kerjasama atau koordinasi yang baik dengan pemerintah kabupaten/kota.
Yang dilakukan Edy selama memimpin tak lebih hanya menghadiri acara-acara seremonial. Menyampaikan kata sambutan, menghadiri undangan, meresmikan satu kegiatan atau mengunjungi satu wilayah untuk menyampaikan bantuan. Itu saja, belum ada pembangunan apapun.
Konteks pernyataan Edy hendak mengundurkan diri disebutkan terkait dengan ketidakhadiran kepala daerah walau seorangpun pada acara pangan baru-baru ini. Bahkan ada kepala daerah yang tidak mengutus perwakilannya.
"Kalau tidak salah sudah pernah dua kali acara semacam Hari Pangan itu kepala-kepala daerah tidak datang," kata Kristian yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Suluh Muda Indonesia, Senin (29/4/2019).
Menurutnya, Edy sedang membutuhkan empati atau dukungan dari masyarakat dan kepala-kepala daerah terhadap dirinya dalam memimpin Sumatera Utara.
Sayangnya pola komunikasi yang dibangun Edy dengan bupati dan wali kota di 33 kabupaten/kota di Sumut selama ini tidak mengandung semangat untuk mengayomi. Dia tidak berusaha menciptakan komunikasi yang sejajar dengan cara duduk bersama. Melainkan memerintah sebagaimana layaknya atasan dengan bawahan.
Edy masih berpikir dan bertindak seolah-olah dia adalah komandan dan para bupati serta wali kota jadi bawahannya.
Seyogianya, terang Kristian, masalah-masalah serius yang ada di Sumut seperti stunting, kesenjangan pembangunan antar wilayah, penurunan angka pengangguran serta tingkat kemiskinan, dibicarakan dengan duduk satu meja dengan kepala-kepala daerah. Bukan main perintah seperti seorang komandan atau atasan.
"Penyebabnya adalah kelakuan Edy menyatakan sendiri, dia tidak menerapkan pola komunikasi yang mengayomi. Akibatnya para kepala daerah tidak mengacuhkannya," tegas Kristian.