Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan layanan transportasi berbasis aplikasi di Indonesia, para pihak yang terlibat dalam model bisnis tersebut, dinilai harus menunjukkan komitmen mereka dalam menjaga iklim berusaha yang lebih kondusif.
Pengamat Pemasaran dan Komunikasi Pemasaran Universitas Hasanuddin, Muh Akbar, mengatakan, para pihak tersebut juga mesti berupaya menjaga penguatan fundamental bisnisnya agar sektor ini kian menciptakan harapan bagi pemainnya.
"Para pelaku usaha, termasuk driver, bersama-sama harus menjaga fundamental bisnis ini. Para driver online harus mampu pula menjaga keseimbangan antara kenaikan tarif dengan kualitas layanan yang diberikan kepada pelanggannya," katanya dalam keterangan resmi, Selasa (30/4/2019).
Seperti diketahui, kondisi bisnis ojek online atau dikenal dengan sebutan ojol, sejak kehadirannya pertama kali di Indonesia, dinilai masih membutuhkan penguatan fundamental bisnis yang lebih baik, dan menghindari perubahan atau kenaikan tarif yang signifikan.
Menurut Akbar, kalupun terjadi penyesuaian tarif, hal itu dipantau dan tidak mengalami kenaikan yang drastis, sehingga nantinya model bisnis ini terhindar dari penurunan permintaan dari konsumen.
"Setiap bisnis memiliki strategi untuk tumbuh dan berkembang, termasuk kesiapan dalam mengantisipasi persaingan. Soal tarif, mungkin bisa naik bisa turun mengikuti segmentasinya. Namun demikian, tarif itu harus ada yang pantau, tidak bisa seenaknya naik atau turun," katanya.
Seperti diketahui, terhitung 1 Mei 2019 pemerintah akan memberlakukan Peraturan Menteri Nomor 12 yang salah satunya terkait soal ketentuan tarif batas atas dan batas bawah untuk ojek online.
Berdasarkan hasil survei, 74% responden mengatakan tarif ojok online sudah sesuai hingga sangat mahal. Persentase ini juga menjadi acuan Research Institute of Socio Economic Development (RISED) untuk menunjukkan potensi kehilangan konsumen yang akan dialami oleh aplikator.
Bisnis ini dianggap agak sensitif karena yang menggunakan ojek online rata-rata adalah yang memiliki pendapatan Rp2 juta ke bawah hingga Rp7 juta. Sehingga sekecil apa pun perubahan pasar akan membuat konsumen melakukan evaluasi jumlah pengeluaran.
Hal ini membuat RISED menyarankan agar pemerintah lebih berhati-hati dalam merubah harga tarif ojek online. RISED juga menyampaikan, konsumen juga berpotensi untuk beralih menggunakan kendaraan pribadi. Hal ini dipastikan akan kembali menimbulkan masalah kemacetan, yang selama ini mulai terurai persoalannya.
Berdasarkan hasil survei, 8,85% responden tidak pernah kembali menggunakan kendaraan pribadi setelah adanya ojol. Sebanyak 72,52% responden masih menggunakan kendaraan pribadi dengan frekuensi 1 sampai 10 kali per minggu.