Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Tingkat kemampuan atau daya beli petani Sumatra Utara beberapa bulan belakangan sangat rendah. Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, daya beli petani yang tergambar melalui Nilai Tukar Petani (NTP) masih bercokol di bawah angka 100. Rendahnya daya beli petani ini harus menjadi perhatian serius pemerintah dengan mulai menerapkan pembangunan yang merata di semua subsektor pertanian.
Data BPS Sumut, pada April 2019, NTP Sumut tercatat sebesar 99. Memang naik 0,47% dibandingkan dengan NTP Maret 2019 sebesar 98,54. Namun NTP sejumlah subsektor masih di bawah 100 seperti subsektor tanaman pangan (padi dan palawija) sebesar 94,27, subsektor hortikultura sebesar 92,04, subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 97,64, dan subsektor perikanan budidaya sebesar 96,05.
Selanjutnya NTP subsektor peternakan indeksnya 113,45, subsektor perikanan sebesar 102,74 dan subsektor perikanan tangkap sebesar 109,40.
NTP diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani. NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Artinya, semakin tinggi NTP, maka tingkat kemampuan atau daya beli petani semakin kuat, begitu juga sebaliknya.
Pembangunan sektor pertanian yang tidak merata, kata pengamat pertanian Sumut Prof. Abdul Rauf, sangat berdampak pada panen yang dihasilkan petani. Meski untuk beberapa produk pertanian harga ditentukan kondisi pasar internasional, tapi ketimpangan pembangunan ini tetap merugikan petani dari sisi produksi, mutu dan kualitas.
"Kondisi ini sebenarnya sudah berulang setiap tahun. Tapi pemerintah dan dinas terkait belum menemukan solusi untuk menyelesaikannya. Padahal kebutuhan petani terus naik setiap tahun dan itu tidak diikuti dengan harga jual yang lebih mahal. Karena idealnya, daya beli harus di atas 100," kata Rauf, Sabtu (4/5/2019).
Karena itu, pemerintah jangan abai dengan kondisi ini. Karena jika petani terutama di sektor pangan terus menurunkan kapasitas produksinya karena kekurangan modal, maka akan bisa membuat stok di pasaran langka yang akhirnya berdampak pada kenaikan harga.
Menurutnya, jika ingin mengerek NTP, peran Bulog juga harus semakin maksimal sebagai penyangga. Jadi saat harga rendah, tidak membiarkan petani menghadapinya sendiri. Harusnya pasokan dari petani harus masuk ke Bulog sehingga harga yang didapatkan petani tetap tinggi.