Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Setelah Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Ketua Umum PBNU Said Aqiel Siradj meminta para ulama meneduhkan suasana pasca pilpres, kali ini giliran Ketua Komisi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Azrul Tanjung.
Azrul meminta agar rivalitas politik berhenti setelah pencoblosan dilakukan pada 17 April lalu.
"Pemilu 2019 berlangsung aman. Itu yang harus kita syukuri. Sebaiknya kita mengedepankan sikap kenegarawanan. Yang menang pileg atau pilpres, jalankan amanah dengan rendah hati. Tidak takabur. Bagi yang kalah, ikhlas," kata Azrul Tanjung di Jakarta, Rabu (8/5/2019).
Azrul mengatakan, masyarakat sudah cukup diseret dalam rivalitas politik selama berbulan-bulan. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, pilihan politik membuat masyarakat terbelah.
"Momen yang paling tepat untuk mengakhiri rentetan itu adalah sekarang. Pemilu 2019 berakhir pas menjelang Ramadhan. Artinya, sudahi rivalitas, kita semua fokus ibadah," jelas Azrul.
Dalam situasi ini, kata Azrul, peran ulama justru sangat fundamental. Sebab, merekalah yang menjadi contoh bagaimana seharusnya menyambung kembali apa yang koyak selama mobilisasi politik dilakukan.
"Tokoh agama yang menjadi panutan jamaah hendaknya sama-sama saling menjaga kebersamaan antar umat karena pemilu ini kan kontestasi yang sifatnya berlangsung setiap lima tahun sekali. Sementara status kita sebagai warga bangsa Indonesia akan tetap kita bawa sampai mati," ungkapnya.
Ketika disinggung soal adanya ajakan untuk melakukan people power dan menolak keputusan KPU, Azrul menilai bahwa hal tersebut tidak perlu dilakukan.
"Saya meminta semua tokoh agama agar bisa bersama-sama saling mengendalikan diri, bukannya mengajak umat yang berada di bawah untuk melanggar konstitusi. KPU itu lembaga resmi yang dibentuk dari rakyat. Jadi ya saling berlapang hati saja," katanya.
Sebelumnya, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir merespons hasil Ijtimak Ulama III, yang menyebut ada kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2019. Dia pun mengingatkan bahwa ulama seharusnya merekatkan dan mempersatukan masyarakat.
"Jika ada kecurangan, selesaikan secara konstitusional. Tapi juga masyarakat perlu direkatkan dan dirajut, dan di situlah tugas ulama, menyatukan masyarakat dengan memberi nilai-nilai yang bermakna dan kemudian menjadi uswah hasanah dalam kehidupan umat, bangsa, dan negara," kata Haedar seusai tablig akbar menjelang Ramadan di Masjid AR Fachruddin, Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur, Kamis (2/5/2019) malam.
Hal senada diungkapkan Imam Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar. Ulama kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, tersebut mengatakan, ulama sejati tidak akan terjebak pada hujat menghujat.
"Kalaupun ada persoalan, mereka akan langsung menegur dengan menggunakan cara-cara yang baik," kata Nasaruddin Umar, Minggu (5/5).
Kerendahan hati, kata Nasaruddin, adalah perhiasan seorang ulama. Bahkan ulama dengan kemampuan menafsir Al Quran paling bagus pun tetap harus berpikir bahwa dia bisa saja salah. Ulama pun tak diperkenankan mengunggulkan dirinya sendiri.
"Mereka menyelesaikan persoalan tanpa menepuk dada," katanya. dtc