Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Tekanan amat berat kini dirasakan HS, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Hujatan dari berbagai pihak dialamatkan padanya karena dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap slaah seorang mahasiswanya, MU. Bukan saja kepada dirinya, hujatan juga datang kepada keluarganya.
Berbagai media, cetak dan online, dalam dua pekan terakhir, habis-habisan "menghukum"-nya. Begitu pula media sosial, ramai-ramai ingin "menyalibkan"-nya. Tuduhan dosa, yakni pelecehan seksual, yang diarahkan padanya tak hanya membuatnya diganjar sanksi administrasi berupa peringatan tertulis. Tapi juga sanksi sosial. Sanksi yang terakhir ini yang membuat dosen jurusan sosiologi itu semakin tertekan.
Kini satu hukuman berat lainnya dituntut dijatuhkan pada HS. Dipecat dari pekerjaannya sebagai dosen. Lewat demonstrasi oleh puluhan mahasiswa di Kampus FISIP, , oleh rektor USU, Selasa (27/5/2019), desakan agar dia diberhentikan dari USU diteriakkan keras.
Kepada medanbisnisdaily.com, Rabu (28/5/2019), HS menyatakan tidak ada maksud melakukan pelecehan seksual kepada MU yang mendampinginya sebagai asisten pada satu proyek penelitian di Langkat pada Februari tahun lalu sebagaimana dituduhkan kepadanya.
HS menjelaskan, pada 3 Februari 2018, dia bertemu dengan MU di lorong ruang dosen Kampus USU, Padang Bulan, Medan. Menanyakan nilai. Kepadanya kemudian ditawarkan kesediaan mengikuti observasi calon lokasi penelitian tentang ekonomi pedesaan di Kabupaten Langkat. Atas persetujuannya mereka berdua kemudian berangkat ke lokasi dimaksud. HS menyetir mobil karena tidak ada sopir yang bisa digunakan jasanya.
Karena lokasi awal di kawasan Gohor Lama kurang tepat, sesuai menginterview sekretaris desa, mereka berpindah ke Desa Stungkit. Singkat kata, sesudah merasa cukup melakukan wawancara terhadap warga, HS dan MU kemudian pulang. MU turun lebih dulu, di sekitar Simpang Gohor Lama.
"Pada waktu perjalanan dan waktu mau turun ada tersenggol. MU turun di kawasan Simpang Gohor Lama karena akan menuju Tanjung Pura," tutur HS.
HS kembali ke Medan. Dari MU dia mendapatkan keripik ubi.
Tersenggol yang dimaksud, terang HS, adalah bagian paha, lengan MU juga sempat ditepuk sebagai ungkapan hati-hati.
Penjelasan tersebut berbeda dengan kesimpulan investigasi yang dilakukan Ketua dan Sekretaris Program Studi Sosiologi tempat HS mengajar. Dalam laporan tertulisnya tanggal 12 Maret 2018 kepada Dekan FISIP Muryanto Amin, Ketua Prodi Harmona Daulay menyebutkan di poin 1 ada upaya HS melakukan pelecehan seksual terhadap MU.
Tindakan HS menyentuh paha dan bahunya menyebabkan MU minta diturunkan di tengah perjalanan dengan alasan ingin menjumpai temannya. Tidak sampai ke Medan.
Di poin 2, dikatakan tindakan HS tergolong relatif ringan. Kendati demikian tetap dikenai peringatan keras. Di poin 3 menyarankan kepada Dekan melakukan pembinaan sesuai ketentuan yang berlaku.
Setelah itu kemudian Dekan menjatuhkan sanksi peringatan tertulis kepada HS pada 25 Mei 2018. Diminta kepadanya untuk tidak mengulangi hal serupa. Peringatan dimaksudkan sebagai pengarahan kepada HS agar menjaga etika dan menjadi panutan.
Terkait tuntutan mahasiswa agar dirinya dari USU, HS menyatakan pasrah. Ia akan mengikuti segala sesuatu yang ditentukan sesuai dengan prosedur. "Saya pasrah saja," ucapnya singkat.
Saat menerima puluhan mahasiswa yang berunjuk rasa di depan FISIP USU, Jalan Dr Mansyur, Padang Bulan, Medan, Senin siang (27/5/2019), Muryanto Amin, mengakui HS benar melakukan pelecehan seksual.
"Memang sebagian ada yang diakui HS, sekarang sedang dalam proses. Bisa saja dihukum berat," katanya.
Ditambahkan Amin, ia sudah memanggil kedua belah pihak. Yakni korban dan pelaku. HS sendiri sudah mengaku tapi tidak semua yang dituduhkan.
Meskipun sudah diakui HS, tapi hanya sebagian dari tuduhan, perlu ada bukti dan saksi untuk membuktikan tuduhan lainnya," kata Muryanto.
Mendengar itu, sejumlah peserta aksi langsung memprotes. Menurut mahasiswa dalam kasus pelecehan seksual tidak perlu ada saksi. Keterangan korban sudah cukup jadi bukti, apalagi pelaku juga mengakui.
Namun Muryanto menjelaskan maksudnya, bahwa bukti yang dikatakannya terkait prosedural untuk memberikan sanksi bagi dosen tersebut. "Tidak mudah memecat, saya sudah beri sanksi tertulis," ujarnya.
Mahasiswa tidak puas, berdasarkan investigasi mereka, korban HS tidak hanya seorang, tapi setidaknya ada 3 dengan pelaku yang sama. Terkait temuan mahasiswa itu, Muryanto Amin meminta mahasiswa memberikan bukti dan meminta korban lainnya untuk membuat pengaduan.
"Saya jamin hak Anda sebagai mahasiswa dilindungi. Tapi bukti itu perlu dan harus ada pengaduan jika ada korban lain," ujarnya.
Menanggapi itu, mahasiswa mendesak balik, bahwa justru USU yang harus membentuk tim investigasi. Mereka mendesak pihak USU yang harus menyelidiki kasus itu.
Amin mengakui tidak ada niat menutup-nutupi atau melindungi pelaku. Yang penting semuanya ada bukti yang jelas dan kuat. Begitupun ada aturan dan tata cara memecat seorang dosen. Tidak bisa serta merta," katanya.