Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Kudus. Kemeriahan acara Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) ke-11 juga diisi oleh Panggung Penyair Asia Tenggara. Di lokasi ikonik kota Kretek tepatnya di pelataran timur Menara Kudus, masyarakat sudah memadati kawasan tersebut sejak selepas Magrib.
Panggung yang didesain selaras dengan artistik Menara Kudus menambah kekhasan acara tersebut. Sebelum dimulai, kesenian khas Kudus dari kelompok Terbang Papat Menara sudah meramaikan panggung.
Penyair dari Aceh, Jakarta, Malaysia, Tasikmalaya, Singapura hingga nama-nama besar di dunia penyair berbagi panggung bersama. Diawali D Zamawi Imron dari Sumenep, Madura yang seakan melawan lupa dengan usia membawakan dua syair yakni 'Ibu' dan 'Ibu Pertiwi/Tanah Sajadah'.
"Tanah Sajadah kenapa kita harus cinta pada bangsa dan Tanah Air? Kita semua minum air Indonesia yang menjadi darah kita. Kita makan beras, buah-buahan Indonesia yang menjadi daging kita. Kita menghidup dan menjadi napas kita," bunyi penggalan syair 'Ibu Pertiwi' seperti dibacakan penyair yang baru saja menerima penghargaan dari Jokowi.
Panggung berikutnya diisi Sutardji Calzoum Bachri yang dikenal sebagai Presiden Penyair Indonesia. Bergaya seperti seorang deklamator, penampilan pria yang akrab Tardji begitu enerjik.
Ia membacakan puisi yang dibuatnya pada September 2018 lalu 'Menulis'. Dengan lantang, sajak singkatnya berakhir dengan tepuk tangan penonton.
Aksi panggung berikutnya diisi oleh tamu kehormatan KH Mustofa Bisri atau akrab dikenal dengan panggilan Gus Mus. Dengan gaya bicara yang teduh dan bijak, Gus Mus naik ke atas panggung dengan berkelakar.
"Puisi yang satu ini cocok sekali dengan kelakuan saya. Saya akan membaca puisi yang pertama, ada 18 puisi. Puisi yang akan dibaca adalah puisi anak muda untuk konsumsi yang muda-muda," ucapnya terkekeh dari atas panggung.
Tak lagi guyon dengan gaya anak muda. Di puisi berikutnya Gus Mus tampak serius. Ia berganti posisi dengan duduk di tangga panggung. Sambil memegang kertas syairnya, ia membacakan sajak 'Tadarus' dengan tawadhu.
Ayat-ayat Alquran yang digubahnya menjadi sajak dan mampu membius yang datang tadi malam.
"Idzaa zulzilatil-ardhu zilzaalahaa, wa akhrajatil-ardhu atsqaalahaa, waqaala-insaanu maa lahaa. Ketika bumi diguncang dengan dahsyatnya dan bumi memuntahkan isi perutnya. Dan manusia bertanya-tanya: Bumi itu kenapa?" ucap pemimpin pondok Pesantren Roudlotut Tholibin di Rembang, Jawa Tengah ini membacakan penggalan sajaknya.
Setelahnya Imam Maarif dengan gaya teatrikal menutup Panggung Penyair Asia Tenggara. Berakhirnya malam puncak Pertemuan Penyair Nusantara Kudus 2019 menyelesaikan forum yang berlangsung dua tahunan.
Sampai jumpa di Pertemuan Penyair Nusantara berikutnya di Malaysia pada 2021!.(dth)