Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Saya terkenang Pilkada Kota Medan 2015. Aduhai, “Golput” justru yang “menang.” Memang, duet Dzulmi Eldin-Akhyar Nasution meraih 346.406 suara atau 71,72% dari 483.014 suara sah. Rival mereka, Ramadhan Pohan-Eddie Kusuma, hanya meraup 136.608 suara, atau 28,28%.
Jumlah pemilih mencapai 507.351 suara. Namun ada 24.336 suara tidak sah, sekitar 5,04%. Eh, tak kepalang. Ternyata jumlah pemilih itu hanya 25,56% dari jumlah pemilih yang terdaftar sebesar 1.985.096 orang. Yang tidak menggunakan hak pilihnya mencapai 1.477.745 atau 74,44%.
Saya kira mungkin karena ketidakpuasan warga Sumut terhadap kaum elit begitu tinggi Lalu, Pilkada Kota Medan 2015 pun hanya diikuti dua pasangan calon. Akibatnya, pendekatan calon kepada warga sangat kurang. Berbeda jika calonnya banyak, mereka akan menyebar mendekati warga agar menggunakan hak pilihnya.
Boleh jadi juga karena kedua pasangan calon yang ada kurang menarik di mata warga sehingga tak termotifasi datang ke TPS.
Terlebih-lebih sosialiasasi yang dilakukan KPUD pun kurang gencar. Apalagi sebagian kampanye dikelola oleh KPUD, sehingga tidak ada lagi jor-joran memasang iklan di media, belanja besar-besaran untuk baliho, poster dan lain sebagainya.
Banyak pula pemilih yang merasa skeptis. “Siapapun pemimpin terpilih, daerah ini tidak akan berubah,” begitulah sinisme yang terdengar. Bukan kebetulan jika dua wali kota terdahulu, Rahudman Harahap dan Abdillah terlibat kasus korupsi. Lalu, dua gubernur Sumut, Syamsul Arifin dan Gatot Pujo Nugroho juga telibat kasus korupsi.
Kisah yang muram itu, saya kira mengharuskan masyarakat hati-hati memilih kandidat Wali Kota Medan. Pilihlah yang dipercayai membawa perubahan. Pilih yang programnya cemerlang, yang ketika mendengarnya Anda akan meyakini, bahwa “Dia hebat, dia benar.” Tentu saja bukan tinggi gunung seribu janji.
Adapun soal integritas, lihat apakah ada yang blak-blakanlah kepada publik. Yang berani mengungkapkan kekayaannya, dari mana dan bagaimana dia meraihnya. Berapa pajak yang dibayarkannya. Bagaimana gaya hidupnya, termasuk anak istri yang jauh dari hedonisme, sederhana namun rasional.
Apakah dia rajin bersosialisasi dengan semua kalangan? Dunia usaha, UKM, generasi milenial, buruh, pekerja sektor informal para agamawan, kaum perempuan dan lainnya? Pendeknya, Anda harus yakin bahwa Kota Medan akan berubah di tangan dia.