Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pengumuman kabinet harus dilakukan setelah Joko Widodo dilantik menjadi Presiden 2019-2024 pada 20 Oktober nanti. Sebab hal itu sudah diatur dengan tegas dalam UU Kementerian Negara.
"Secara politik dapat diterima namun secara hukum tata negara mengandung permasalahan karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara," kata ahli hukum tata negara, Dr Bayu Dwi Anggono, Kamis (15/8/2019).
Pasal 16 UU Kementerian Negara jelas mengatur bahwa Pembentukan Kementerian paling lama 14 hari kerja sejak Presiden mengucapkan sumpah/janji. Dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 16 tersebut maka pengumumam kabinet masa jabatan 2019 - 2024 hanya bisa dilakukan oleh Joko Widodo sebagai Presiden masa jabatan 2019 - 2024 setelah yang bersangkutan terlebih dahulu mengucapkan sumpah/janji sebagai Presiden RI pada 20 Oktober 2019.
"Pengumuman susunan kabinet yang dilakukan sebelum tanggal 20 Oktober 2019 jelas tidak bisa dilakukan mengingat sebelum tanggal itu Joko Widodo belum sah sebagai Presiden masa jabatan 2019 - 2024 sehingga tidak punya kedudukan hukum mengumumkan kabinet periode 2019 - 2024," ujar Bayu.
Untuk itu sebagai bentuk ketaatan kepada UU Kementerian Negara, Presiden Joko Widodo sebaiknya tidak melakukan pengumuman susunan kabinet baru sebelum tanggal 20 Oktober 2019. Apalagi, kabinet masa jabatan 2014 - 2019 secara resmi belum berakhir.
"Dengan demikian lebih baik jika Presiden fokus mengarahkan agar kabinet yang sekarang menyelesaikan pekerjaannya hingga 20 oktober 2019," papar Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember itu.
Apalagi, Pasal 19 ayat (1) UU Kementerian Negara juga memberikan kewajiban kepada Presiden apabila melakukan pengubahan kementerian sebagai akibat pemisahan atau penggabungan Kementerian untuk meminta pertimbangan DPR. Meskipun ketentuan ini agak janggal dalam sistem Presidensial, namun pasal ini sampai saat ini masih sah berlaku sehingga Presiden masih memiliki kewajiban melakukannya.
"Selain itu ada baiknya Presiden tetap memegang asas kehati-hatian dan kecermatan dalam membentuk kabinetnya sehingga akan lebih baik jika tidak dilakukan secara terburu-buru. Presiden perlu belajar dari pengalaman sebelumnya di mana pernah kecolongan mengenai latar belakang pejabat yang diangkatnya misal mengenai status kewarganegaraan yang ternyata bermasalah karena bukan WNI," ujar Bayu.
Untuk mencegah hal semacam ini terulang kembali, maka proses penelusuran latar belakang, kompetensi dan rekam jejak calon anggota kabinet yang akan diangkat Presiden sebaiknya dilakukan tahap pengecekan secara berulang-ulang. Pelibatan partisipasi publik dalam batas-batas tertentu juga perlu dilakukan oleh Presiden Joko Widodo utamanya mengenai aspirasi kementerian apa yang perlu tetap dipertahankan dan mana yang perlu dihapus atau diubah.
"Partisipasi publik perlu karena publiklah yang paling terdampak atas hilangnya suatu kementerian tertentu karena terkait dengan pelayanan pemerintahan yang biasanya diterima," pungkas Bayu.(dtc)