Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina kembali meningkat. Setelah Trump meminta sejumlah perusahaan asal AS untuk hengkang dari Cina, kemudian dibalas oleh Cina dengan kembali mengenakan tarif impor untuk barang asal AS.
Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan memang eskalasi perang dagang ini dapat menimbulkan resesi ekonomi secara global.
Bhima menyampaikan perang dagang ini secara tidak langsung akan mempengaruhi kinerja ekspor impor. Hal ini karena Indonesia merupakan negara pemasok barang mentah. Sehingga jika permintaan AS dan Cina anjlok, maka harga komoditas pertambangan sampai perkebunan diperkirakan masih melambat hingga tahun depan.
"Recovery harga komoditas yang lambat ini harus diwaspadai khususnya terhadap daya beli daerah yang mengandalkan ekspor komoditas seperti Sumatera dan Kalimantan. Kalau konteks Indonesia gejala krisisnya bisa dipicu dari daerah luar Jawa," kata Bhima, Sabtu (24/8/2019).
Karena itu, pertumbuhan ekonomi akan melambat ke 5% jauh di bawah asumsi 5,3% versi APBN 2019 dan 2020.
Dia menambahkan, masalah lain yang harus diwaspadai dari perang dagang ini adalah pengalihan barang impor dari Cina ke Indonesia.
"Maklum pasar Indonesia 260 juta penduduk yang tingkat konsumsinya cukup dominan. Barang barang dari Cina yang banjir karena trade war akan perlebar defisit perdagangan sekaligus CAD," jelas dia.
Namun ada juga sedikit dampak positif untuk Indonesia, yakni terbukanya peluang ekspor.
Hal ini karena barang AS yang bea masuknya ditambahkan oleh Cina US$ 75 miliar seperti komponen otomotif, produk pertanian seperti kedelai, etanol dan daging sapi.
"Indonesia punya banyak manufaktur di komponen otomotif, dan bisa mengisi kekosongan minyak nabati Cina yang sebelumnya di-supply AS," imbuh dia.
Selain itu produksi sawit dalam bentuk CPO Indonesia tahun 2018 saja mencapai 43 juta ton, dan sekarang over supply.
"Saran saya segera kirim tim promosi dan negosiasi dagang untuk ajak pengusaha Cina serap lebih banyak produk Indonesia," jelasnya.(dtf)