Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Bangsa Indonesia saat ini sedang asyik dan gemar sekali dengan dunia media sosial. WhatsApp, Instagram, Line, Facebook dan Youtube menjadi sumber informasi satu arah yang diterima masyarakat tanpa konfirmasi dan disahkan kebenarannya, kemudian disebarluaskan hingga menjadi viral tanpa memikirkan dampak negatifnya. Kebiasaan tersebut melahirkan tumbuh suburnya sifat pragmatis dan materialistis bagi masyarakat. Segala sesuatu hanya diukur dari aspek kemanfaatan verbal, sehingga tidak memberi ruang buat imajinasi, kreratifitas serta daya nalar.
Tidak sedikit informasi yang disebarluaskan di media sosial menjadi hal buruk, seperti memicu kerusuhan di Indonesia, salah satunya adalah kasus informasi hoax di Surabaya yang memicu kerusuhan di Papua yang terjadi baru-baru ini. Kejadian tersebut membuat semua pihak menjadi repot. Pemerintah menurunkan keamanan untuk mengatasi hal tersebut, dan tidak sedikit kerugian yang dialami. Hal itu terjadi karena pemahaman literasi yang kurang memadai yang dimiliki masyarakat.
Literasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan potensi dan keterampilan dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan aktivitas membaca dan menulis. Secara etimologis istilah literasi berasal dari bahasa Latin ‘literatus’ di mana artinya adalah orang yang belajar. Dalam hal ini, arti literasi sangat berhubungan dengan proses belajar membaca dan menulis.
Ada beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, salah satunya adalah membuat kebijakan Gerakan Nasional Literasi Bangsa (GNLB) yang bertujuan untuk menciptakan ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca tulis serta cinta sastra. Tidak sampai di situ, dengan semangat melanjutkan perjuangan untuk meningkatkan minat baca masyarakat, negara melahirkan Undang-Undang No.3 Tahun 2017 tentang perbukuan. Tujuannya sebagai sarana membangun dan meningkatkan budaya literasi masyarakat Indonesia.
Penyebaran informasi GLNB dan undang-undang perbukuan mengajak semua lini untuk berjuang, begitu juga dengan pentingnya peran keluarga. Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud) menyebutkan tiga poros utama GLNB adalah Keluarga, Sekolah dan Masyarakat.
Bagaimana menguatkan program tersebut dengan melibatkan tiga poros utama GLNB, menurut saya adalah mengefektifkan kembali budaya bangsa yang mulai memudar dihantam arus globalisasi yaitu mendongeng. Penulis ternama Pramoedya Ananta Toer menyatakan dalam pengantar buku “Dongeng Calon Arang” bahwa dongeng adalah medium terindah dalam tradisi lisan Nusantara. Namun sayangnya, medium tersebut sama sekali tidak terpetakan secara memadai dalam dunia literasi kita.
Dongeng adalah bagian dari sastra lisan yang sudah turun temurun disenangi masyarakat lintas generasi, dari mulai anak-anak, remaja hingga dewasa. Hal itu dibuktikan dengan larisnya film-film yang bernuansa dongeng, seperti Aladin, Beauty and The Beast, Rapunsel, Pinokio, Putri Tidur dan banyak lainnya . Pada hakikatnya dongeng bukan hanya sekadar bagian dari karya sastra lisan. Mendongeng bukan hanya merupakan tradisi lisan sastra kita tetapi bagian dari kasih sayang lintas generasi, untuk menjaga dan menumbuhkan peradaban. Sebagai bagian dari karya sastra, dongeng memberi nilai tersendiri bagi kehidupan lintas generasi, baik anak maupun orangtua. Umar bin Khattab berpesan, “Ajarilah anak dengan sastra. Dengan sastra, akan memperhalus budi pekerti dan anak yang takut akan menjadi pemberani”.
Menurut Mark Greenwood, penulis buku anak dari Australia, ada lima manfaat dongeng, yaitu mengasah imajinasi, menjadikan manusia lebih kreatif, membuat gemar membaca, membantu mengasah cara berkomunikasi, serta mengasah kemampuan menulis. Kelima manfaat itu adalah cara efektif dalam menumbuhkan budaya literasi yang dapat dilakukan dalam keluarga.
Greenwood menjelaskan, saat mendengarkan dongeng, otak akan membayangkan setiap tokoh dan tempat yang ada di dalam cerita. Nah, saat kita membayangkan tokoh dan tempat, imajinasi kita sedang diasah secara tidak langsung sehingga dapat mengasah imajinasi. Saat berimajinasi, kita pasti akan memberikan warna pada tokoh imajinasi tersebut. Proses pemberian warna pada tokoh imajinasi itu bisa membuat kita lebih kreatif. Semakin kuat imajinasi, maka tingkat kreatifitas kita pun akan semakin meningkat.
Selain mengasah imajinasi dan meningkatkan kreatifitas, dongeng juga bisa membuat kita gemar membaca. Saat mendengarkan dongeng, kita akan penasaran dengan keseluruhan cerita atau hal lain yang berkaitan dengan dongeng tersebut. Jika kita sudah penasaran, kita pun akan mencari buku dan berbagai sumber yang berkaitan untuk mengatasi rasa penasaran tersebut. Dongeng juga bisa mengasah cara kita berkomunikasi. Saat mendengarkan dongeng atau mendongeng, akan ada interaksi antara dua orang atau lebih. Secara tidak langsung, hal itu membuat kita tahu bagaimana cara berkomunikasi yang baik dan nyaman.
Seseorang yang suka dengan dongeng biasanya punya imajinasi sendiri. Imajinasi itu biasanya disalurkan dalam sebuah tulisan. Saat imajinasi dibuat menjadi sebuah tulisan, kita akan berusaha memilih kata yang bagus dan enak untuk dibaca. Jadi, secara tidak langsung, kita sudah mengasah kemampuan menulis kita.
Mengembalikan Tradisi Lama Bangsa
Dongeng sejak lama sudah dikenal menjadi tradisi budaya bangsa Indonesia yang turun temurun dilakukan sebagai pengantar tidur anak-anak. Pada zaman kerajaan, anak-anak raja mendengarkan dogeng sebelum tidur yang disampaikan ratu dan selir raja. Kebiasaan tersebut terus berkembang di tengah-tengah masyarakat, sehingga menjadi kebiasaan orang tua dalam menyampaikan pesan moral positip kepada anak-anaknya. Setelah kemerdekaan Negara mendukung dongeng sebagai budaya yang harus dilestarikan dengan cara menggelar lomba dongeng dari desa, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga ke tingkat Nasional.
Pada 1980-an hingga tahun 1990 lomba mendongeng masih populer di Indonesia. Lomba dongeng dilaksanakan tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Lomba biasanya diselenggarakan dari tingkat kecamatan, kabupaten dan provinsi. Pemenang tingkat provinsi akan dibawa ketingkat Nasional dan diberi penghargaan oleh Pemerintah. Kebiasaan tersebut terus menerus semakin menurun dan hilang ditelan peradapan zaman, dan kini digantikan dengan gadget yang memiliki aplikasi yang hanya menyebarkan informasi satu arah tanpa ada konfirmasi dan konfrontasi.
Dongeng adalah cara efektif dalam menumbuhkan budaya literasi masyarakat yang dapat dilakukan dalam keluarga, sekolah dan pemerintah. Para orang tua diharapkan dapat kembali membiasakan diri untuk mendongeng kepada anak-anaknya dalam keluarga. Sekolah-sekolah harus kembali menyampaikan pentingnya manfaat mendongeng, kemudian mengajak siswa-siswi mendongeng sesuai dengan imajinasinya. Untuk mendukung upaya tersebut, pemerintah harus membuka peluang dan even-even lomba mendongeng kepada masyarakat terutama pelajar, yang dulu dilakukan setiap tahun.
Dongeng pada masa kini dapat dilakukan dengan berbagai cara, sesuai perkembangan zaman. Dongeng saat ini bahkan dapat disampaikan kapan saja, tak selalu malam bahkan dapat dilakukan melalui dunia maya. Dengan kecanggihan informasi saat ini, dongeng tidak hanya diceritakan secara langsung, melainkan juga dalam bentuk buku, bahkan secara audio-visual dalam film animasi, atau live-action di berbagai wahana mainan anak-anak dan special events.
Dongeng yang baik juga mampu mengembangkan daya imajinasi anak, yang akan berperan dalam perkembangan logika, daya nalar, kecerdasan tetapi juga sekaligus emotion inteligentia-nya. Dengan mendongengkan secara auditif, anak-anak akan terbiasa berimajinasi, memvisualkan sesuatu dalam pikirannya, untuk menjabarkan atau menyelesaikan suatu permasalahan. Anak-anak yang terbiasa mendengar dongeng, biasanya bertambah perbendaharaan kata, ungkapan, watak orang, sejarah, sifat baik-buruk, teknik bercerita, dan lain sebagainya.
Semua pihak harus mendukung dalam membiasakan mendongeng, dari mulai keluarga, sekolah dan masyarakat agar literasi dapat dikembangkan secara baik serta upaya GLNB dapat tercapai. Mari mendongeng, karena dongeng adalah penyampaian cinta kasih lintas generasi yang dapat melahirkan budaya literasi.
*Penulis adalah aktivis anak, saat ini tinggal di Jakarta.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya . Tulisan hendaknya orisinal, belum pernah dimuat dan tidak akan dimuat di media lain, disertai dengan identitas atau biodata diri singkat (dalam satu-dua kalimat untuk dicantumkan ketika tulisan tersebut dimuat). Panjang tulisan 4.000-5.000 karakter. Kirimkan tulisan dan foto (minimal 700 px) Anda ke [email protected]