Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily-Medan. Jaksa penuntut umum (JPU) T Adlina dan Hendrik Sipahutar tetap menuntut Husin (41), terdakwa pengemplang pajak Rp 107 miliar dengan 3 tahun penjara denda Rp 214 miliar subsider 6 bulan kurungan di Pengadilan Negeri Medan, Senin(26/8/2019) sore.
"Kami tetap pada nota tuntutan sebelumnya yang mulia," kata Rosinta JPU pengganti di hadapan majelis hakim PN Medan diketuai Erintuah Damanik.
Sebenarnya JPU mengajukan replik secara lisan setelah terdakwa Husin dan penasihat hukumnya mengajukan nota pembelaan (pledoi). Namun majelis hakim menyarankan JPU mengajukan replik secara tertulis mengingat terdakwa dibebaskan.
"Saya beri kesempatan JPU menyusun replik secara tertulis pada sidang berikutnya 2 Februari mendatang," ujar Erintuah.
Menurutnya, masa penahanan terdakwa Husin akan berakhir 29 September mendatang.
"Jadi JPU harus memperhatikan masa penahanan terdakwa karena tidak bisa diperpanjang lagi," jelas Erintuah, mantan Humas PN Medan tersebut.
Sebelumnya terdakwa Husin melalui penasihat hukumnya memohon kepada majelis hakim membebaskan terdakwa karena tuduhan terhadap terdakwa keliru dan tidak ada punya bukti yang akurat.
"Itu alasan yang mengada-ada," ujar JPU Hendrik Sipahutar kepada wartawan usai sidang.
Sebelumnya, JPU T Adlina dan Hendrik Sipahutar menuntut terdakwa Husin 3 tahun penjara denda Rp 2 kali Rp 107 miliar subsider 6 bulan karena terbukti mengemplang pajak Rp 107 miliar
"Terdakwa Husin terbukti melanggar Pasal 39 A huruf (a) jo Pasal 43 Ayat (1) UU RI Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah dirubah dengan UU RI Nomor 16 Tahun 2009Jo pasal 64 ayat (1) KUH Pidana," ujar JPU T Adlina mengutip sebait nota tuntutannya yang dibacakan dihadapan Majelis hakim diketuai Erintuah Damanik.
Modusnya, kata JPU terdakwa mendirikan perusahaan PT Uni Palma yang berkedudukan di rumah Suparman tolong (sudah dihukim 2 tahun) di Jalan Karya Budi No. 40 C Medan Johor. Husin yang semula tidak punya pekerjaan itu "menyuntik" saham fiktif di perusahaannya senilai Rp 200 juta, sedangkan Sutarmanto sebagai Komisaris PT Uni Palma senilai Rp 50 juta.
Dua tahun berjalan PT. Uni Palma melakukan transaksi pemasukan dan pengeluaran kepada 9 perusahaan besar di Jakarta dengan nilai transaksi mencapai Rp 230 miliar. Tapi pemasukan ke kas negara kecil, karena terdakwa telah mengkreditkan pajak pemasukan.
Selain transaksi kepada 9 perusahaan yang diduga fiktif tersebut, terdakwa Husin melakukan transaksi kepada PT Buana Raya melalui Direkturnya, Kok An Arun (sudah dihukum 4 tahun) dan PT Liega Sawit Indonesia menerbitkan faktur pajak kurun waktu Januari 2011 sampai Juni 2013 yang dibuat seolah-olah ada penjualan CPO senilai Rp.118.652.823.272,-.
Kemudian faktur pajak keluaran yang diterbitkan oleh PT Uni Palma tersebut digunakan sebagai pajak masukan yang bisa dikreditkan untuk keuntungan Kok An Arun selaku Direktur CV Buana Raya dan PT Liega Sawit Indonesia, sehingga bisa merugikan negara dalam pemasukan atau penerimaan pajak.
Sedangkan transaksi terdakwa Husin kepada 9 perusahaan di Jakarta sebesar Rp 107.914.286.966 telah digunakan terdakwa Husin dan saksi Sutarmanto sebagai pajak masukan dan telah dikreditkan sebagai pajak masukan dalam pelaporan SPT masa PPN PT Uni Palma.