Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Menjadi polemik tersendiri terhadap konsep wisata dalam setiap daerah, di mana dalam konsep negara hukum yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memberikan kewenangan tersendiri bagi daerah untuk mengelolah daerahnya masing-masing yang dikenal dengan makna otonomi daerah.
Perkembangan untuk mengurus daerah masing-masing menjadi tugas kepala daerah dan perwakilan rakyat dalam hal ini adalah DPRD serta pemerintah provinsi untuk mengelola dan mengembangkan potensi-potensi nilai-nilai budaya, sosial, dan hasil alam yang terdapat dalam setiap daerah.
Akhir-kahir ini, Pemerintah Sumatera Utara mengeluarkan konsep wisata yang bertemakan wisata halal. Menjadi perhatian dan perlu digali serta didalami seharusnya adalah bagaimana memaknai proses dan konsep wisata halal itu, apakah mampu meningkat daya tarik wisata ke Sumatera Utara, dalam hal ini khususnya Danau Toba. Apakah mampu meningkatkan kualitas hidup dan budaya serta sosial masyrakat Danau Toba di kanca dunia?
Tetapi polemik yang muncul terhadap konsep pemikiran wisata halal tersebut bukan karena hal-hal tersebut, akan tetapi ketakutan mengubah budaya dan adat yang sudah terbiasa di masyarakat Danau Toba dalam memaknai kata halal tersebut.
Terhadap polemik tersebut perlu terlebih dahulu memaknai kata halal, apakah itu berlaku hanya bagi kaum Muslim atau untuk seluruh masyarakat Indonesia. Perlu diketahui, kata halal merupakan kata yang telah diserap dalam Bahasa Indonesia. Atinya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu hal yang diperbolehkan oleh agama. Hal ini seharusnya bukan suatu satu kata yang harus ditakuti atau menjadi polemik terhadap perubahan budaya dan sosial di lingkungan masyarakat. Akan tetapi kata halal telah menjadi bahasa serapan dan keseharian terhadap memaknai hal yang diboloehkan dan tidak diperbolehkan dalam setiap agama dan budaya.
Jika konsep kata halal menjadi polemik dalam hal mengubah budaya dan adat, kenapa tidak memaknai hal yang sama terhadap kata rohani dalam pengembangan konsep wisata? Artinya, kata-kata dalam konsep wisata halal dan rohani memiliki konsep keagamaan dengan tujuan menarik para wisatawan dan mengenalkan wisata-wisata di Sumatra Utara, khususnya Danau Toba ke kanca dunia.
Pemaknaan kata tersebut hanya sebagai pemakaian kata terhadap ketertarikan saja, dengan tujuan pengembangan daerah, bukan berarti mengubah budaya. Apalagi Danau Toba merupakan wisata yang telah terkemuka di dunia seharusnya memiliki fasilitas dan prasarana wisata serta kuliner-kuliner yang bernuansa Muslim. Artinya menjadi perhatian untuk pengembangan konsep wisata halal untuk menarik para turis turis atau wisatawan yang beragama Islam dan maupun tidak beragama Islam lebih mengenal dan mendalami budaya-budaya masyarakat di lingkungan daerah Danau Toba. Di mana pengenalan dan pendalaman terhadap budaya-budaya hanya semata-mata untuk meningkatkan hasil-hasil kerajinan budaya dan bahasa-bahasa budaya masyakarat danau ke kanca dunia terhadap turis-turis, baik yang Islam dan bukan beragama Islam.
Oleh karena itu, wisata halal merupakan konsep yang perlu diterapkan dalam pengembangan dunia wisata di Sumatra Utara, khususnya kawasan Danau Toba. Konsep wisata halal sama halnya dengan konsep wisata rohani yang bernuansa keagamaan dalam menarik minat wisatawan datang. Tujuannya hanya semata-mata mengembangkan wilayah wisata dan mengenalkan budaya dan sosial masyarakat setempat.
*Penulis adalah seorang advokat muda/Direktur Lembaga Bantuan Hukum Karya Nyata Anak Bangsa (KANABANG).
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya . Tulisan hendaknya orisinal, belum pernah dimuat dan tidak akan dimuat di media lain, disertai dengan identitas atau biodata diri singkat (dalam satu-dua kalimat untuk dicantumkan ketika tulisan tersebut dimuat). Panjang tulisan 4.000-5.000 karakter. Kirimkan tulisan dan foto (minimal 700 px) Anda ke [email protected]