Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Kecaman para anggota DPRD Sumatera Utara terhadap anggota lainnya yang tidak menghadiri rapat paripurna pada Rabu (4/9/2019), dinyatakan Ketua Komisi D DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan, sebagai "akrobat" politik. Kata politikus PDIP ini, ketidakhadiran mereka di rapat paripurna yang direncanakan membahas rancangan APBD Sumut 2020 itu bukan karena tidak serius, apalagi malas, melainkan karena tengah menjalankan penugasan oleh DPRD, yakni melakukan kunjungan kerja. Menunaikan agenda yang sah.
Kunjungan kerja yang dilakukan Komisi D, yakni ke Batam, terang Sutrisno, merupakan keputusan rapat Badan Musyawarah pada 27 Agustus 2019. Rapat yang digelar seusai kegagalan melaksanakan rapat paripurna penetapan Perubahan APBD 2019 akibat tidak korum.
Dia menjelaskan hal tersebut melalui keterangan tertulisnya, Kamis (5/9/2019). Tindakan mengecam ketidakhadiran mereka, hingga mendorong agar dikenai tindakan tegas berupa sanksi kode etik, dinyatakannya sebagai upaya hendak "mengadili".
"Mereka yang hadir di sidang paripurna kemarin telah mengadili kami, termasuk saya yang tidak hadir. Padahal saya sedang melaksanakan tugas atas nama DPRD berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah yang sah," ujar Sutrisno.
Sesungguhnya, paparnya, sesuai keputusan rapat Banmus (27/8/2019) rapat paripurna berikutnya akan digelar pada hari Kamis (12/9/2019). Agendanya pembahasan Rancangan Peraturan Daerah APBD tahun anggaran 2020. Perubahan APBD 2019 tidak lagi dibahas sebab sidang paripurna pada Selasa (27/8/2019) telah memutuskan penyelesaiannya diserahkan ke Kemendagri.
Akan tetapi kemudian muncul polemik. Ada oknum pimpinan DPRD yang tiba- tiba melakukan rapat Banmus pada 28/8/2019. Banmus yang dinyatakannya illegal tersebut telah mengubah agenda DPRD, sidang paripurna dipercepat menjadi Rabu (4/9/2019). Tidak dijelaskan siapa oknum pimpinan dewan dimaksud. Apakah Wagirin Arman, Aduhot Simamora atau yang lainnya.
Anehnya, terangnya, agenda pembahasan Ranperda P-APBD 2019 kembali dimunculkan.
"Para oknum pimpinan dan anggota DPRD bahkan bermanuver dengan mengutus tim berangkat melakukan konsultasi ke Kemendagri. Tujuannya agar upaya menghidupkan kembali pembahasan P-APBD 2019 mendapat legitimasi. Namun hasilnya nihil," kata Sutrisno.
Serangkaian manuver tersebut, tuturnya, disusun sedemikian rapi hanya demi menghidupkan kembali pembahasan Ranperda P-APBD 2019. Oleh karenanya, jika ada di antara anggota DPRD di rapat paripurna menyatakan agar dia dan yang lainnya yang tidak hadir dikenai sanksi kode etik, hal tersebut tidak lebih hanya akrobat untuk cari muka.
Sutrisno menyatakan, pihak Pemprov Sumut dipimpin Gubernur Edy Rahmayadi sudah terlanjur menjalankan berbagai kegiatan, padahal P-APBD sebagai landasan hukumnya belum ditetapkan. Itu sebabnya mereka ngotot agar perubahan anggaran ditetapkan, dengan dukungan dari DPRD Sumut.
Sayangnya tidak diungkapkannya kegiatan-kegiatan dimaksud secara rinci.
Wakil Ketua DPRD Sumut, Aduhot Simamora, yang ditanya tentang sinyalemen Sutrisno tersebut, menyatakan tidak mengetahui. Benar bahwa gubernur menginginkan agar penetapan P-APBD dipercepat. Bahkan kalau bisa sebelum 17 Agustus lalu. Sebab ada berbagai pembiayaan program kerja yang harus dilakukan. Di antaranya gaji para pegawai honor.
"Kami siap menguji di forum manapun, melakukan pembahasan kembali Ranperda P-APBD 2019 merupakan perbuatan yang bertentangan dengan PP No 12 Tahun 2018 dan Tata Tertib DPRD. Kami tidak mau terlibat dengan "hidden agenda" dari pihak manapun, kami ingin terhindar dari aktivitas yang berpotensi mendapat perhatian dari lembaga penegak hukum atau lembaga anti rasuah," tegas Sutrisno yang juga Wakil Ketua Fraksi PDIP.