Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Publik masih menunggu apa tindak lanjut sikap Pemprov Sumut atas pelanggaran ketentuan operasional PT Aquafarm Nusantara di perairan Danau Toba dan kawasannya. Apakah sanksi kedua akan dijatuhkan ke Aquafarm atau tidak setelah dijatuhkannya sanksi pertama oleh Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, yaitu sanksi administrasi berupa teguran tertulis pada 1 Februari 2019 ?
Setelah sanksi pertama dijatuhkan, seyogianya 6 bulan setelahnya atau per 1 Agustus 2019, sudah harus ada tindak lanjut sanksi, apakah ke sanksi berikutnya atau perusahaan bebas dari sanksi.
Namun epala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumut, Binsar Situmorang, mengatakan belum bisa memastikannya. "Tunggu ya, masih investigasi," ujar Binsar menjawab wartawan di Medan, Kamis (5/9/2019).
Binsar yang ditemui wartawan di sela pelaksanaan 9th Indonesia Climate Change Forum & Expo 2019 dan Pekan Lingkungan Hidup Sumut, di Hotel Santika Medan itu, juga mengaku belum bisa memastikan kapan hasil investigasi itu keluar.
Sebab, kata Binsar, investigasi itu tidak saja dilakukan oleh pihaknya, tetapi juga oleh tim dari Kementerian Lingkungan Hidup RI dan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Mengapa melibatkan pusat? adalah untuk memastikan tidak adanya kesalahan dalam pengambilan keputusan terhadap Aquafarm.
Namun, tambah Binsar, jika Aquafarm tidak melakukan perbaikan sebagaimana rekomendasi dalam sanksi teguran tertulis itu atau tetap tidak mau melakukan perbaikan, maka sanksi ke Aquafarm berlanjut ke sanksi kedua yaitu paksaan pemerintah, sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Sebelumnya, Sebelumnya, Gubernur Edy Rahmayadi menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis ke PT Aquafarm Nusantara tertanggal 1 Februari 2019. Teguran tertulis itu dijatuhkan karena Aquafarm terbukti melakukan pelanggaran ketentuan yang ada dalam operasionalnya.
Kadis Lingkungan Hidup Sumut, Binsar Situmorang, mengatakan pelanggarannya Aquafarm terdiri dari 3 hal. Pertama, dari sisi kapasitas produksi. Aquafarm ternyata memproduksi ikan di luar kapasitas yang diizinkan berdasarkan Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (DPPL).
"Harusnya izin kapasitas produksi 26.464.500 ekor atau 26.464,500 ton per tahun, namun kenyataannya 27.454.400 atau 27.454,400 ton per tahun. Dalam hal ini ada kelebihan 1.000.000 ekor atau 1.000 ton. Temuan ini berdasarkan Laporan Semester 1 Aquafarm ke Dinas LH Sumut," sebut Binsar ketika itu.
Pelanggaran kedua dari sisi daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba. Sesuai dengan diktum keempat keputusan Gubernur Sumut Nomor 660/4223/Tahun 2009 juga dinyatakan, apabila ternyata daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba tidak dapat lagi menerima dampak kegiatan KJA maka dokumen lingkungan PT Aquafarm harus ditinjau.
"Pada diktum ketiga Keputusan Gubernur Sumut Nomor:188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Dukung Perairan Danau Toba terhadap Kegiatan KJA menyatakan bahwa daya dukung maksimum Danau Toba untuk budidaya perikanan adalah 10.000 ton ikan per tahun. Artinya sudah melampuai banyak kapasitas. Sampai saat ini Aquafarm belum merevisi dokumennya. Sementara diktum itu sudah sering disosialisasikan," katanya.
Pelanggaran lainnya ialah pada unit kegiatan pembenihan ikan, pengelolaan ikan, pabrik pakan ikan di Kabupaten Serdang Bedagai. Berdasarkan hasil pengawasan bersama antara UPT Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan serta Kehutanan KLHK dan DLH ditemukan Aquafarm juga tidak mengelola limbah cairnya di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
"Mereka langsung menyalurkannya ke badan air sehingga dapat diperkirakan limbah cair yang dibuang ke badan air belum memenuhi baku mutu lingkungan. Dan ini bertentangan dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 tepatnya Pasal 20 Ayat 3," ucapnya.
Dalam teguran tertulis itu, Aquafarm diminta merevisi dan melaksanakan dokumen pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk masing-masing unit kegiatan di Serdang Bedagai dan kawasan Danau Toba.
"Kita minta mereka menyesuaikannya dengan kapasitas daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba selambat-lambatnya 180 hari kalender sejak diterimanya surat teguran," ucapnya.
Selanjutnya mereka juga diminta mengolah air limbah pada semua unit kegiatan di IPAL sampai memenuhi baku mutu yang dipersyarakatkan selambat-lambatnya 18 hari setelah teguran tersebut.
"Dan terakhir mereka harus tetap melaksanakan seluruh komitmen pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku," katanya.