Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Pembangunan jalan tol (setidaknya jalan layang) dianggap sebuah keharusan jika persoalan kemacetan di sepanjang rute Medan - Berastagi (74km) yang cukup akut hendak dipecahkan. Jika tidak efek buruknya akan kian panjang. Nilai kerugian yang dialami pemerintah dan juga masyarakat semakin lama akan semakin besar.
Bupati Karo, Terkelin Brahmana, secara jelas menggambarkan betapa besarnya benefit yang diperoleh jika jalan raya Medan - Berastagi tidak dibiarkan "parah" seperti saat ini. Bayangkan, lalu lintas yang seharusnya dapat ditempuh dalam waktu dua jam berubah jadi 7 hingga 8 jam. Kemacetan yang terjadi di sejumlah titik jalan adalah penyebabnya.
"Untuk wisatawan yang ingin menikmati indahnya panorama wisata Danau Toba yang paling menyenangkan adalah dari Karo," terang Terkelin pada rapat kerja dengan Komisi D DPRD Sumatera Utara serta berbagai pemangku kepentingan kemarin (5/9/2019).
Dijelaskannya, pemandangan (view) dari arah Karo ke Danau Toba sangat bagus. Udaranya sejuk, buah-buahan beragam, terdapat pemandian air panas, tersedia hotel yang nyaman, gunung berapi, masyarakatnya ramah dan ada agenda budaya kerja tahunan di berbagai tempat.
"Akan sangat bagus membangun kawasan strategis pariwisata nasional Danau Toba jika jalan tol (jalan layang) Medan - Berastagi juga dibangun," tegas Terkelin.
Para pelaku usaha di berbagai sektor tidak bisa mengelak dari derita kerugian yang disebabkan kemacetan di sepanjang jalan Medan - Berastagi. Mereka terdampak secara langsung. Seperti, pedagang, supir angkutan umum, pegiat pariwisata dan sebagainya.
Petrus Sembiring, pelaku usaha transportasi yang hadir dalam rapat kerja yang dipimpin Ketua Komisi D, Sutrisno Pangaribuan tersebut, menyatakan waktu tempuh Medan - Berastagi saat ini mencapai 7 hingga 8 jam. Biasanya cuma dua jam. Target harian dua trip (dua kali pulang pergi) tidak lagi bisa dicapai. Bahkan satu trip pun terasa susah.
Dampak ikutannya, ungkap Petrus, mobil jadi sering mengalami mogok, rem blong, sparepart mudah rusak. Supir tidak dapat imbalan apapun. Bahkan mobil ambulan ikut-ikutan mogok di tengah jalan.
"Sekarang orang yang mau berwisata ke Karo (Tongging atau Berastagi) menurun jumlahnya. Mereka enggan kalau harus bermalam di jalan. Pariwisata jadi merosot," katanya.
Ketua harian pengurus Persatuan Pedagang Pasar Tradisional Kota Medan, Yusuf Ginting, menjelaskan setiap harinya kurang lebih Rp 175 miliar kerugian yang mereka alami. Berbagai sayur dan buah yang dibeli dari daerah Karo, Dairi, Simalungun dan lainnya, membusuk akibat terlalu lama di jalan.
Katanya, terdapat 3500 pedagang yang berjualan sayur dan buah di 52 pasar tradisional di Kota Medan. Setiap harinya mereka berbelanja buah dan sayur melalui jalan Medan - Berastagi senilai Rp 30-50juta. Kemacetan parah di sepanjang jalan menyebabkan dagangannya berubah warna dari hijau menjadi hitam. Busuk.
Itu sebabnya Petrus dan Yusuf yang tergabung dalam Forum Masyarakat Nasional ikut menyuarakan pembangunan jalan tol atau jalan layang sebagai solusi kemacetan Medan - Berastagi.
Hari ini, Jumat (6/9/2019), Terkelin bersama beberapa kepala daerah yang masyarakatnya membutuhkan jalan Medan - Berastagi sebagai sarana transportasi ikut dengan Komisi D mendatangi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Komisi V DPR RI. Mereka bermaksud mendesak agar jalan layang yang menghubungkan Medan - Berastagi dibangun tahun 2020. Pembangunan jalan tol segera dilakukan studinya.
"Ini adalah perjuangan kita bersama, perjuangan masyarakat Sumatera Utara, jalan layang Medan - Berastagi harus segera dibangun pemerintah pusat," tegas Ketua Komisi D, Sutrisno Pangaribuan.