Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Usulan DPR merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK langsung menuai protes. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menilai lebih baik DPR merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
"Yang lebih prioritas adalah bukan mengubah UU KPK tetapi yang dengan jelas, seperti yang diminta Piagam PBB yaitu UU (Pemberantasan) Tindak Pidana Korupsi," ucap Saut di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (6/9/2019).
Maksud Saut yaitu agar UU Tipikor menyesuaikan dengan United Nations Convention against Corruption (UNCAC) karena masih banyak kejahatan korupsi yang dinilainya belum terakomodasi dalam UU Tipikor. Dengan begitu, Saut menyebutkan berbagai kejahatan seperti perdagangan pengaruh hingga korporasi seharusnya dapat masuk dalam UU Tipikor.
"Jadi fokus saja pada pemberantasan korupsi sebagaimana diminta oleh Piagam PBB, sebagaimana yang sudah kita tanda tangani, yang di antaranya menjelaskan tentang trading influence, private projector, kemudian asset recovery, kemudian hal-hal lain menyangkut dengan perdagangan pengaruh," ucap Saut.
Persetujuan seluruh fraksi di DPR untuk merevisi UU KPK terjadi dalam sidang paripurna pada Kamis, 5 September kemarin. DPR nantinya akan meminta persetujuan dari pemerintah untuk merevisi UU tersebut.
Untuk itu KPK berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mengirimkan Surat Presiden (Surpres) mendelegasikan bawahannya membahas revisi UU KPK. KPK menyebut situasi saat ini membuat lembaga antikorupsi itu di ujung tanduk.
Revisi UU KPK yang diusulkan DPR menuai kritik karena dianggap melemahkan. Dalam draf revisi UU KPK, terdapat poin yang krusial seperti Dewan Pengawas KPK, aturan penyadapan melalui izin Dewan Pengawas KPK, hingga kewenangan KPK menghentikan penyidikan dan penuntutan perkara.dtc