Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Mengacu pada “Fear & Greed Index” yang sudah berada di bawah level 40, bahkan sempat menyentuh level di bawah 30 menunjukkan bahwa investor sedang dalam zona “fear”. Hal ini wajar saja jika melihat ketidakjelasan negosiasi penyelesaian perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan Cina yang telah mengakibatkan perlambatan ekonomi di kedua negara tersebut. Ketegangan ini tentu tidak akan segera berakhir karena Presiden Donald Trump masih akan menggunakan tema “Make America Great Again (MAGA)” dalam usahanya untuk menjadi Presiden AS periode yang ke 2.
Ketakutan investor global atas potensi terjadinya resesi juga semakin besar karena krisis Argentina dan Turki dipastikan akan memberikan efek domino yang lumayan panjang. Jerman telah mengumumkan bahwa permintaan pesanan produk industri manufaktur mereka juga telah mengalami penurunan. Ketidakjelasan penyelesaian Brexit di Inggris akan ikut memperparah kondisi perekonomian dunia. Efek gabungan dari berbagai hal tersebut semakin meningkatkan potensi terjadinya resesi global.
Walaupun Indonesia tidak berada dalam rangkaian rantai pasok global yang memberikan dampak negatif secara langsung bagi perekonomian, namun dalam keadaan resesi tetap akan terjadi capital outflow menuju tempat yang lebih aman. Hal ini tentu sangat potensial memperlebar neraca transaksi berjalan. Harapan Indonesia menarik dana dari Foreign Direct Investment (FDI) masih akan sangat sulit terealisasi karena Indonesia belum menjadi negara tujuan prioritas. Intinya akan terjadi perlambatan ekonomi di Indonesia.
Sejauh ini kombinasi kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) terlihat mampu meredam gejolak. BI telah berusaha melokalisasi perlambatan ekonomi dengan melonggarkan likuiditas dengan menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) dan menurunkan tingkat suku bunga. Kebijakan ini membuat perbankan punya ruang likuiditas yang baik dalam menjalankan bisnisnya.
BI juga berhasil mengawal rupiah dari pengaruh domino krisis mata uang di Turki dan Argentina melalui operasi di pasar mata uang. Stabilitas mata uang ini menjadi faktor yang sangat krusial pada masa-masa menjelang resesi. Ketidakmampuan menjaga stabilitas mata uang dapat menjadi titik pemicu atau faktor yang mempercepat dan memperdalam dampak krisis.
Dari sisi fiskal, pemerintah diharapkan untuk segera mengatasi berbagai faktor yang membuat Indonesia tidak menjadi pilihan investor. Bagaimanapun FDI adalah obat yang paling mujarab untuk mengatasi resesi. Fakta bahwa relokasi 33 perusahaan manufaktur dari Cina yang tidak satupun menyinggahi Indonesia harus digunakan sebagai instropeksi diri bahwa ada hal fundamental yang perlu diperbaiki. Pemerintah harus segera membenahi birokrasi dan meningkatkan produktifitas tenaga kerja.
Kita tentu berharap dunia tidak terseret ke dalam resesi global yang dalam dan jikapun terjadi semoga Indonesia dapat menyiapkan langkah pre-emptive yang baik. Namun demikian, “Fear & Greed Index” sudah mewakili perasaan investor di seluruh dunia. Artinya, nuansa “fear” memang jauh lebih terasa dibanding nuansa “Greed”. Dalam kondisi “ketakutan” biasanya investor akan mencari perlindungan pada investasi yang dikenal aman.
Salah satu investasi paling aman yang dapat dijadikan pilihan adalah logam mulia. Harga emas global sendiri sudah menunjukkan kenaikan harga sepanjang setahun terakhir hingga saat ini mencapai level US$ 1.500 per troi ons, padahal pada bulan september 2018 masih di level US$ 1.200 per troi ons. Jika dilihat harga setahun terakhir, harga emas sudah mengalami kenaikan sebesar 25%. Imbal hasil sebesar ini tentu sangat memadai apalagi jika dibandingkan alternatif investasi lain di periode yang sama. Rata-rata imbal hasil di pasar saham Indonesia pada periode yang sama (September 2018 – September 2019) hanya sekitar 8,2%.
Walaupun telah mengalami kenaikan yang cukup signifikan, harga emas masih berpotensi naik. Ketidakstabilan ekonomi dunia akan mendorong kenaikan permintaan emas. Jika keadaan yang ada sekarang tidak mengalami perbaikan signifikan harga emas sangat mungkin mencapai level US$ 1.600 pr troi ons. Bahkan jika AS menurunkan suku bunganya, harga emas bisa melewati level tersebut, sehingga masih terdapat potensi kenaikan minimal sebesar 6,7%.
Namun demikian, bukan berarti investasi pada saham menjadi tidak layah dipilih dan harus ditinggalkan. Penataan portofolio saham wajib dilakukan. Saham yang pergerakannya lebih sering diakibatkan rumor tanpa dukungan data fundamental yang jelas sebaiknya dijual. Strategi investasi yang layak dipertimbangkan adalah melakukan diversifikasi yang lebih luas dan akumulasi saham dengan fundamental kuat. Mengapa? Karena harga-harga sedang didiskon dan krisis tidak akan selamanya terjadi.
Hal yang perlu kita sadari adalah bahwa jikapun terjadi resesi global tahun depan atau tahun 2021 dampaknya bagi perekonomian Indonesia tidak akan seperti tahun 1998. Keadaan Indonesia jauh lebih kuat. Cadangan Devisa Indonesia justru sedang dalam tren meningkat mencapai US$ 126,4 pada akhir Agustus 2019. Ekonomi kita juga mengalami pertumbuhan di kisaran 5%. Walaupun mengalami perlambatan pertumbuhan masih lebih baik dari beberapa negara besar lainnya yang justru sebagian telah mengalami pertumbuhan negatif. Keadaan ini tentu sangat berbeda jauh dengan keadaan tahun 1998, di mana cadangan devisa Indonesia hanya US$ 25 miliar dengan pertumbuhan ekonomi minus 13%
Harapan kita tentu resesi urung terjadi. Namun jikapun resesi akan segera terjadi, hal terpenting yang harus dilakukan adalah mengelola kutub “fear” dan “greed”. Baik ketakutan yang berlebihan maupun ketamakan yang berlebihan akan menghasilkan kekacauan berpikir. Rasionalitas dalam ketenangan selalu menghasilkan capaian yang lebih baik. (IG ; @chandra_hgs)
*Penulis Dosen Universitas Negeri Medan/Dosen Tidak Tetap Politeknik Wilmar Bisnis Indonesia/Dosen Luar Biasa di Pascasarajana Universitas Sumatera Utara/Universitas HKBP Nommensen, dan Universitas Prima Indonesia.
=====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya . Tulisan hendaknya orisinal, belum pernah dimuat dan tidak akan dimuat di media lain, disertai dengan identitas atau biodata diri singkat (dalam satu-dua kalimat untuk dicantumkan ketika tulisan tersebut dimuat). Panjang tulisan 4.000-5.000 karakter. Kirimkan tulisan dan foto (minimal 700 px) Anda ke [email protected]