Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pengusaha Sumatra Utara (Sumut) meminta peraturan terkait Sertifikasi Layak Operasi (SLO) generator set (genset) direvisi. Pasalnya, keharusan SLO genset tersebut dinilai memberatkan pengusaha, sehingga bisa menghambat pertumbuhan kinerja sektor industri. Apalagi, bagi perusahaan yang tidak memiliki SLO akan dikenakan pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Laksamana Adiyaksa, mengatakan, usulan revisi tersebut menindaklanjuti surat Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia Nomor B-767/M.Sesneg/D1/HK.00.02/07/2019 tentang regulasi yang menunjang ekonomi.
"Surat Menteri ini kan harus direalisasikan demi menunjang ekonomi. Jadi regulasi yang memberatkan harus direvisi. Nah, Apindo meminta salah satunya revisi terkait SLO genset. Apindo sendiri bersama pelaku usaha dari kabupaten/kota sudah berdialog sebelum mengajukan revisi aturan tersebut," katanya, Kamis (19/9/2019).
Laks mengatakan, dalam dialog dengan para pelaku usaha terkait surat menteri tersebut, masalah SLO sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30/2009 tentang Ketenagalistrikan dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 35/2013 telah menjadi hal yang mengganggu dunia usaha dan industri, khususnya di Sumut.
Menurut pelaku usaha di Sumut, SLO tidak perlu kecuali genset itu bukan untuk cadangan. Misalnya perusahaan energi yang instalasinya bukan dialiri oleh PLN maka SLO itu wajib. "Nah, itu silahkan saja. Karena instalasinya bukan dialiri oleh PLN," kata Laks.
Dia menambahkan, genset sebagai cadangan juga mempergunakan jaringan instalasi yang sama yang dialiri oleh PLN, yang sudah pasti terjamin kelayakannya. Jadi, seharusnya terhadap jaringan instalasi yang demikian tidak diperlukan sertifikasi layak operasi.
Selain itu, kewajiban SLO genset seharusnya tidak diperlukan. Pasalnya sudah ada kewajiban Standar Nasional Indonesia (SNI). Apabila dibutuhkan SLO atas genset tersebut, seharusnya menjadi kewajiban dari produsen atau penjual, bukan dipermasalahkan di tingkat konsumen.
Laks mengatakan, ada banyak inspeksi yang dilaksanakan semena-mena oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal tersebut, katanya, sangat menghambat produktivitas perusahaan. Padahal jika mengacu pada undang-undang perindustrian dikatakan infrstruktur ketenagalistikan dan jaringan dijamin oleh negara. Seharusnya, sejak memberlakukan peraturan tersebut sudah melibatkan pihak yang bersangkutan.
"Kalaupun mau sertifikasinya ya harus dilakukan secara massal dan terbuka. Bukan didatangi satu persatu ke perusahaan. Harus ada sosialisasi, masa transisi, hingga pembinaan. Jangan ditakut-takuti bisa pidana jika tidak ada SLO. Itu yang membuat pengusaha dalam posisi tidak nyaman," katanya.
Selain itu, pelaku usaha menilai sertifikasi genset maupun instalasi dilakukan oleh instansi terkait teknis, bukan dilakukan oleh pihak ketiga lainnya yang mengeluarkan sertifikasi yang dapat mengambil keuntungan. Hal tersebut yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
Menurut Laks, pelaku usaha tidak mungkin memakai genset kalau aliran listrik dari PLN stabil. Penggunaan genset ini solusi agar produksi terus berjalan. "Tapi kami malah dipersulit dengan kewajiban punya SLO," katanya.
Di Sumut, kata Laks, sebenarnya ketersediaan atau jaminan ketenagalistrikan dari PLN saat ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan beberapa tahun silam. Meski jaminan itu belum mencapai 100%.