Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Saya kagum kepada wali kota atau bupati. Hampir selama masa jabatannya, mereka tidak lepas dari ”hujan” kritik. Kadang mereka bisa menjawab. Memberikan klarikasi. Tetapi kadang harus berjiwa besar. Bahkan, kadang hanya bisa mengusap dada.
Saya kira para kandidat wali kota, atau bupati jika kelak terpilih dalam Pilkada Serentak 2020 bersiap-siaplah menerima kritik. Jika dulu ketika masih berada di pentas masyarakat sipil, mungkin, Anda gemar melancarkan kritik. Nah, saat Anda menjadi wali kota atau bupati, situasinya sudah berbeda. Yang dibutuhkan dari Anda bukan kritik, tapi solusi.
Memang, sulit seseorang yang telah terpilih merasa bukan seorang kepala daerah. Dia harus menjadi seorang demokrat, sebab dia terpilih karena proses demokrasi. Sementara kritik adalah bagian dari demokrasi.
Anda kemudian menangkis kritik dengan solusi atau jalan keluar. Anda harus menjadi problem solving. Jikapun mengkritik lebih berupa otokritik. Misalnya, terhadap kinerja pada SKPD, Camat dan para staf.
Akan sangat sulit seorang kepala daerah yang tidak mendapat dukungan dari partai politik sebagai jelmaan dari kedaulatan rakyat. Bukan cuma dari partai pengusung, tapi juga dari semua parpol. Termasuk dukungan dari publik.
Mungkin, melakukan kebijakan pintu terbuka adalah salah satu solusi. Lagi pula aneh, karena bahkan kamar kerja, gaji, dan berbagai fasilitas yang Anda nikmati jutru berasal dari pajak-pajak yang dibayarkan rakyat. Mengapa malah menghindar dari rakyat?
Apalagi terhadap kaum jurnalis, mahasiswa dan LSM, Anda akan berhadapan dengan sikap kritis. Maklum, anak muda sekarang umumnya lahir di era reformasi dengan iklim kebebasan berpendapat yang berbeda dengan era orde baru.
Jangan pula dilupakan, Anda haruslah menjadi partner berbagai pihak. Ya, LSM, parpol, dunia usaha, wong cilik, DPRD, pimpinan daerah lainnya dan sebagainya.
Serius tapi santai. Fleksibel. Lembut tapi tidak lemah. Tegas, tapi tidak mencari-cari lawan. Seribu kawan masih sedikit, satu lawan sudah terlalu banyak.