Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Target pembangunan 1,25 juta unit rumah "Jokowi" atau rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terancam meleset dari target. Pasalnya, target belum tercapai namun anggaran sudah habis.
Wakil Ketua Umum Bidang Infrastruktur dan Properti Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumut, Tomi Wistan, mengatakan, jangankan 1,25 juta, untuk 1 juta unit pun tidak bisa dicapai tahun ini kalau anggaran yang sudah habis tidak segera ditambah.
"Jadi jika ingin target 1,25 juta tercapai, anggaran harus segera ditambah," katanya, Sabtu (5/10/2019).
Padahal tahun 2018, realisasi pembangunan rumah MBR sudah melampaui target sebesar 1 juta karena mampu terealisasi 1,1 juta unit. Karena melampaui target, maka pada 2019, Presiden Jokowi menargetkan pembangunan MBR bisa 1,25 juta unit.
Di tahun 2018, jelas Tomi, dari total 283.000 unit, ada sekitar 58.000 unit merupakan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan 225.000 Subsidi Selisih Bunga (SSB). Sedangkan anggaran SSB tahun 2019 menurun menjadi hanya untuk 100.000 unit dan FLPP sebanyak 68.868 unit. Padahal harusnya dengan mengacu pada banyaknya permintaan rumah MBR, anggaran dinaikkan sekitar 20% dari posisi 2018 yang berarti pada tahun 2019 seharusnya mencapai sekitar 330.000 FLPP dan SSB.
Tapi ternyata total kuota di tahun 2019 adalah 168.868 gabungan FLPP dan SSB, yang artinya tahun 2019 kuotanya hanya sekitar 50% dari jumlah yang seharusnya.
Pada tahun 2020, kata Tomi, diusulkan naik menjadi 110.000 unit untuk FLPP dan untuk SSB belum diketahui berapa jumlahnya. Seandainya tidak ada SBB, maka kuota tahun 2020 diperkirakan akan habis di bulan Mei-Juni.
Dengan tidak tercapai, maka harapan
Presiden Joko Widodo menurunkan angka "backlog" (selisih pasokan dan permintaan) rumah berarti gagal.
"Padahal tidak berjalannya program pembangunan rumah MBR juga berdampak luas. Mulai pekerja bangunan yang menjadi pengangguran, kontraktor yang kehilangan pekerjaan di proyek, tukang-tukang akan berhenti bekerja, pengembang yang terbelit utang bank maupun mungkin mitra bisnisnya hingga masyarakat yang tidak bisa memiliki rumah karena tidak bisa melakukan akad kredit," kata Tomi.
Kondisi properti saat ini, tambahnya, sangat "memukul" pengusaha properti yang memang berharap dari proyek pembangunan MBR setelah sektor komersial melambat dalam beberapa tahun terakhir.
"Kuota anggaran yang telah habis membuat pengembang rumah sederhana terpaksa menghentikan pembangunan rumah bersubsidi," katanya.
Dia mengakui, pengembang sebenarnya masih dapat memindahkan kredit dengan FLPP ke skema Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT). Tapi ini juga bukan solusi tepat karena masih aturan SLF&nya belum maksimal didukung oleh pemerintah daerah (pemda) dan batas pengajuan hanya hitungan minggu yakni sampai 25 Oktober 2019 dengan kuota 12.000 untuk BTN.
"Solusi tepat dalam waktu dekat ini adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang harus segera mengucurkan tambahan anggaran seperti yang dijanjikan Menteri Keuangan yang akan menurunkan anggaran sekitar Rp 2 triliun atau sekitar 15.000 unit," kata Tomi.