Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Novelis 'Lelaki Harimau', Eka Kurniawan, menolak menerima Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi 2019. Penghargaan itu seharuanya diterima Eka hari ini dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Pernyataan penolakan tersebut dipublikasikan Eka lewat Fanpage pribadinya yang diunggah kemarin. Ia menuturkan ada beberapa alasan yang membuat dirinya menolak anugerah dengan pertanyaan besar, 'Apakah Negara Sungguh-Sungguh Memiliki Komitmen dalam Memberi Apresiasi Kepada Kerja-Kerja Kebudayaan?'
Dalam tulisannya, Eka mempertanyakan hadiah bagi peraih Anugerah Kebudayaan yang dinilai lebih kecil ketimbang atlet yang menang kompetisi. Peraih emas memperoleh 1,5 miliar rupiah dan perunggu memperoleh 250 juta.
"Pertanyaan saya mungkin terdengar iseng, tapi jelas ada latar belakangnya. Jujur, itu terasa mengganggu sekali. Kontras semacam itu seperti menampar saya dan membuat saya bertanya-tanya, Negara ini sebetulnya peduli dengan kesusastraan dan kebudayaan secara umum tidak, sih?" tanya Eka dalam tulisannya.
Selain itu, Eka mencatat dosa-dosa negara tentang kebudayaan. Di antaranya adalah beberapa toko buku kecil digeruduk dan buku-buku dirampas oleh aparat, di industri buku pembajakan semakin merajalela, tidak memberi perlindungan soal pajak buku hingga membuat harga sebuah buku lebih mahal.
Termasuk persoalan HAM kasus hilangnya penyair Wiji Thukul tidak tuntas sampai sekarang. "Presiden yang sekarang telah menjanjikan untuk menyelesaikan kasus-kasus HAM masa lalu, termasuk penghilangan salah satu penyair penting negeri ini. Realisasi? Nol besar," tulis Eka.
Lantaran beberapa alasan tersebut, Eka menolak Anugerah Kebudayaan yang seharusnya bakal diterima hari ini. Pernyataan yang sudah dibagikan lebih dari 362 kali dan dikomentari ratusan orang itu diakhiri dengan satu kesimpulan.
"Suara saya mungkin sayup-sayup, tapi semoga jernih didengar. Suara saya mungkin terdengar arogan, tapi percayalah, Negara ini telah bersikap jauh lebih arogan, dan cenderung meremehkan kerja-kerja kebudayaan," tegasnya.
Penulis kelahiran 1975 di Tasikmalaya itu mampu mengeksplorasi sejarah Indonesia yang kompleks lewat karya fiksinya. Eka Kurniawan yang belajar sastra realisme sosial dari sastrawan besar Pramoedya Ananta Toer mengembangkan gaya inovatifnya sendiri.
Sebelumnya ia menerima Prince Claus 2018 dari Kerajaan Belanda. Ketika dihubungi detikcom soal penolakan Anugerah Kebudayaan, novelis 'Cantik itu Luka' masih belum menanggapi.(dth)