Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Lahan seluas 2.600 meter persegi milik lembaga Badan Koordinasi Organisasi Wanita (BKOW) Sumatra Utara jadi objek rebutan. Terletak di Jalan Teuku Cik Ditiro, No 1C/49, Medan. Hanya berjarak beberapa ratus meter dari Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro, Medan.
Yang berebut adalah pengurus yayasan asli (yang sebenarnya, yakni Yayasan Wisma Wanita) dengan pengurus yayasan yang dianggap "palsu". Yayasan palsu adalah yayasan yang baru dibentuk. Dikatakan palsu karena tanpa persetujuan anggota pendiri.
Kepada anggota DPRD Sumut dari Fraksi Partai Golkar; Syamsul Qamar, Iskandar Sinaga dan Irham Buana Nasution, Kamis (10/10/2019), para pengurus BKOW Sumut mengadukan perihal perebutan lahan tersebut. Dipimpin ketua dan sekretarisnya; Kemalawati AE dan Lisnawati Siregar.
Ungkap Kemalawati, bermula pada 1961 oleh Wali Kota Medan saat itu, kepada para pendiri Yayasan Wisma Wanita diberi hak pakai atas tanah seluas 2.600M2, selama 25 tahun. Singkat cerita, pada 21 April 1973 diresmikan berdirinya gedung BKOW diatasnya.
Seiring waktu kemudian satu persatu anggota badan pendiri yang berjumlah 12 orang (sebagaimana tertera di akta notaris) meninggal dunia dan berpindah domisili. Saat ini hanya tinggal seorang, yakni Sungkani, berdomisili di Sumatra Barat.
Tahun 2013, setelah terjadi peristiwa kebakaran yang menghancurkan gedung BKOW, aksi saling berebut lahan berlangsung. Oleh sekelompok perempuan lain dibentuk yayasan baru. Tanpa persetujuan Sungkani, anggota pendiri yang masih hidup. Yayasan baru dipimpin Emi Mariyati Alamria Abbas dan Anita Dayat sebagai ketua dan sekretaris. Pembinanya, Abi Tahir dan Sofi Lubis (mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional Kota Medan).
Dengan cara mereka, dari BPN didapatkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas tanah yang sesungguhnya masih berstatus hak pakai. HGB itu yang dijadikan dasar untuk mengusir BKOW karena akan mendirikan gedung apartemen.
Karena Kemalawati Cs tetap berusaha mempertahankan lahan BKOW agar tidak diambil alih Emi Cs, mereka digugat perdata di PN Medan.
"Sampai sekarang persidangan sudah memasuki yang ke-11 kali, sudah pada tahap keterangan saksi-saksi," ungkap Kemalawati kepada para anggota DPRD.
Ungkapnya, penjelasan kuasa hukum Emi Cs kepada Kemalawati dan pengurus BKOW lainnya yang menyebutkan akan didirikan apartemen di atas lahan yang jadi objek rebutan. Pada saat mediasi oleh PN berlangsung, kepada mereka ditawarkan yang senilai Rp 2 miliar asalkan bersedia mengosongkan lahan.
"Tapi kami nggak mau, kami tidak butuh uang. Kami mau lahan itu tetap milik BKOW," tegas Kemalawati.
Mereka menginginkan DPRD Sumut membantu penyelesaian sengketa tersebut.
Syamsul Qamar mengaku sangat rumit menyelesaikan sengketa lahan BKOW. Apalagi saat ini secara kelembagaan DPRD Sumut belum memiliki alat kelengkapan dewan.
Sedangkan Irham Buana menyatakan pimpinan sementara DPRD bisa mengambil alih pembahasan penyelesaian sengketa. Tanpa berusaha mengusik proses hukum yang berlangsung. Para stakeholder terkait harus dihadirkan.
"Karena gugatannya perdata, setiap saat bisa dihentikan jika terjadi proses perdamaian," terang Irham.
Dia mempertanyakan kebijakan BPN yang menerbitkan HGB sedangkan tanah yang disengketakan masih berstatus hak pakai.