Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Bermacam reaksi dan pendapat dari masyarakat bermunculan pasca terciduknya Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin, dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bersama dua anak buahnya, Dzulmi Eldin sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dijebloskan ke dalam tahanan (16/10/2019).
Pedagang bekas Pasar Aksara yang terbakar tiga tahun lalu punya pandangan tersendiri menyikapi penangkapan Dzulmi Eldin Cs. Akibat Pasar Aksara yang hingga hari ini tidak dibangun, mereka semua jadi terbengkalai sumber nafkahnya. Walau secara maraton terus berjuang, meminta agar pemerintah di bawah kepemimpinan Dzulmi Eldin segera membangunnya. Tetapi tidak didengarkan, tidak digubris. Para pedagang tetap terlunta-lunta.
Muhammad Ringan Sinulingga (62), yang merupakan bekas pedagang tas di Pasar Aksara menyatakan, Dzulmi Eldin adalah pemimpin yang tidak ada rasa ibanya kepada masyarakat kecil. Khususnya pedagang. Tak cuma kepada mereka yang dulunya berjualan di bekas Pasar Aksara. Tetapi juga di pasar-pasar lainnya.
"Pasar Aksara selama tiga tahun lebih setelah terbakar tidak juga dibangun, Pasar Marelan dibangun tetapi tidak ditempati, Pasar Sukarame juga sebelumnya kacau balau. Itu semua akibat Dzulmi Eldin yang tidak becus memimpin Kota Medan," ujar Ringan yang pernah sekitar 30 tahun berjualan di Aksara menjawab medanbisnisdaily.com, Jumat (18/10/2019).
Ungkapnya, usaha mereka berkali-kali berdemonstrasi agar Pasar Aksara kembali dibangun sama sekali tidak pernah digubris Dzulmi Eldin dan seluruh anak buahnya. Keinginan mereka untuk bertemu guna menyampaikan kesulitan hidup yang dialami tidak pernah dikabulkan.
Itu sebabnya ketika mengetahui dia ditangkap KPK para pedagang seperti merasa bersyukur. Seakan doa mereka terpenuhi.
"Baguslah..., baguslah..., begitu semua kawan-kawan pedagang bekas Pasar Aksara berkata. Memang tidak ada alasan untuk merasa iba atas penangkapan Dzulmi Eldin," tegas Ringan.
Penderitaan yang dirasakan Farida (58) yang juga bekas pedagang pakaian di Pasar Aksara berbeda lagi. Perjuangan mendesak Pemko Medan agar membangun kembali pasar tempat mereka berjualan telah menyebabkan suaminya mengalami kebutaan di kedua belah matanya. Sudah sejak lima bulan lalu.
Terang Farida, uang yang mereka miliki kini habis digunakan untuk pengobatan suaminya. Akibatnya mereka mengalami kesulitan memenuhi biaya hidup. Termasuk untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Walau begitu mereka tetap berjuang, berharap Pasar Aksara kembali dibangun.
"Syukurlah Dzulmi Eldin ditangkap KPK, dia memang bukan pemimpin yang baik, yang mau mendengarkan penderitaan warganya. Semoga penggantinya nanti jauh lebih baik, kami mau Pasar Aksara dibangun kembali," kata Farida.
Dijelaskannya, pernah satu ketika mereka berdemonstrasi selama satu bulan lebih di kantor Wali Kota Medan menuntut agar Pasar Aksara dibangun kembali, tapi tak satu kali pun Dzulmi Eldin mau bertemu.
Kegeraman yang sama dinyatakan Piala Giberlia Ginting (39). Saat Pasar Aksara terbakar, kurang lebih Rp 400 juta kerugian yang dialaminya. Seluruh pakaian dagangannya ludes. Agar tetap bisa membiayai kebutuhan hidup keluarganya dia berusaha berjualan seadanya di tempat yang tidak memadai sebagaimana tiga tahun lalu.
Selain tuntutan dan penderitaan mereka tidak pernah didengarkan, kemarahannya kepada Dzulmi Eldin dikarenakan mereka pernah dituding hanya menyusahi pemerintah. Padahal para pedagang menyumbang pendapatan agar negara bisa membangun.
"Sudah benar dan tepatlah itu tindakan KPK menangkap Dzulmi Eldin. Saya merasa bersyukur. Kenapa tidak dari dulu dia ditangkap. Ini buktinya dia bukan pemimpin yang benar," tegas Piala.
Piala berharap tak cuma Dzulmi Eldin yang ditangkap KPK, tetapi juga seluruh bawahannya yang ikut membawa pedagang kecil sengsara.
Dzulmi Eldin dan dua orang anak buahnya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK akibat tindakan suap yang diterimanya. Suap digunakannya untuk mengganti uang negara yang dihamburkan saat berkunjung bersama keluarganya ke Jepang bulan Juli lalu.