Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Sumatra Utara (Sumut) kembali tekor berdagang dengan 3 negara mitra utama. Bahkan di periode Januari-Agustus 2019, nilainya membengkak menjadi US$ 583,555 juta dari Januari-Juli 2019 senilai US$ 481,788 juta.
Secara rinci, kerugian Sumut terbesar Sumut dengan Singapura senilai US$ 256 juta dimana ekspor hanya US$ 28,745 juta sedangkan impornya senilai US$ 285,091 juta. Defisit ke Singapura ini naik dibandingkan Januari-Juli 2019 senilai US$ 204,463 juta. Kemudian dengan Malaysia defisit senilai US$ 168,249 juta, dimana ekspor Sumut senilai US$ 95,594 juta dan impor di periode yang sama senilai US$ 263,843 juta. Defisit ini juga naik dari sebelumnya US$ 130,955 juta.
Defisit neraca perdagangan terbesar ketiga ke Argentina senilai US$ 158,960 juta dimana ekspornya hanya US$ 5,364 juta dan iimpo Sumut senilai US$ 164,324 juta. Defisit ke Argentina pun cukup tinggi kenaijannya karena di Januari-Juli 2019 nilainya baru sekitar US$ 147,310 juta.
Defisit neraca perdagangan Sumut yang membengkak ini, menurut pengamat ekonomi, Vincent Wijaya, disebabkan beberapa hal diantaranya ketersediaan barang yang minim atau malah tidak ada di dalam negeri. Kemudian kalaupun ada di dalam negeri, harganya jauh lebih mahal. "Karena itu pelaku usaha memilih untuk mendatangkan barang modal, bahan baku penolong atau pun barang konsumsi dari luar," katanya, Jumat (18/10/2019).
Terkait defisit yang sangat besar ke Singapura, itu karena negara tersebut merupakan negara transit. Karena Singapura juga tidak memiliki sumber daya alam (SDA).
Sebenarnya pemerintah sudah membangun Pelabuhan Kuala Tanjung yang diproyeksikan sebagai sandar kapal untuk produk impor. Bahkan sudah dibangun juga Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang berdekatan dengan Kuala Tanjung. Sayangnya, hingga kini belum ada masuk ke situ (Kuala Tanjung-red). Padahal dulu berharap masuk melalui Kuala Tanjung dan tidak lagi melalui Singapura.
Sementara dari Argentina, Sumut mengimpor susu atau kulit. Sedangkan Thailand sebagian besar barang konsumsi. Karena di Thailand memanf banyak pabrik yang berproduksi barang-barang yang pemilik merek-nya di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Tentu tigginya ketergantungan Sumut terhadap produk-produk dari luar ini harus menjadi perhatian kepala daerah. "Apalagi produk-produk itu bukan hanya barang modal dan bahan baku penolong, tapi ada juga barang konsumsi. Nah, jika Sumut memang sangat membutuhkannya, harus dipikirkan produk apa yang bisa diekspor ke negara tersebut sehingga defisitnya bisa ditekan," kata Vincent.